Kisah sebelumnya : Rinai Renjana Ungu #23
* * *
Kenapa masih juga ada rasa
sakit?
Anna
melangkah setengah melamun.
Seharusnya aku tidak menipu
diriku sendiri dengan berlaku seolah aku tak apa-apa melihat mereka begitu...
Hampir
saja ia menabrak salah seorang pramusaji, yang untungnya bisa menghindar dengan
sigap.
... mesra...
Anna
menelan ludah.
Tapi aku bisa apa? Sejak
awal aku kenal dia, mereka sudah bersama.
Dan
dia makin merasa tertohok ketika menyadari dirinya sudah kalah. Seutuhnya.
Membuat langkahnya terhenti sejenak. Ketika dia menatap ke depan, tertangkap
oleh matanya sosok Steve yang tengah berbincang akrab dengan Lea. Dan dia
memutuskan untuk meneruskan langkahnya.
“Aku
pesankan schotel ekstra keju
kesukaanmu, dan raspberry float,”
senyum Steve.
Anna
mengangguk sambil duduk kembali di sebelah Steve.
“Adita
ada?” tanya Lea dengan nada rendah.
Anna
kembali mengangguk. “Ada, Bu. Di belakang sama Mas Rafa. Kayaknya lagi diskusi
soal tempat ini. Saya nggak berani ganggu.”
“Oh...
ya sudah, biarkan saja.”
Tapi
bersamaan dengan itu, Steve sudah menempelkan ponsel ke telinganya, kemudian
berucap ringan, “Woi! Nongol dong! Katanya mau traktir?”
“Kamu
ganggu dia?” Lea membelalakkan matanya.
“Biarin,”
Steve tertawa jahil sambil memasukkan ponsel ke saku polo shirt-nya.
Lea
menggeleng-gelengkan kepalanya. Bersamaan dengan itu muncul Rafael dan Adita
dari arah belakang. Seketika Anna mengalihkan perhatiannya ke arah lain. Tak
tahan melihat genggaman tangan Rafael dan Adita.
“Larry
mana?” Rafael menarik kursi di sebelah Lea dan menarik Adita dengan lembut
hingga terduduk di sana. Dia sendiri kemudian menempatkan diri di antara Adita
dan Anna.
“Mama
titipkan dulu dia di pet shop,” jawab
Lea.
“Ini
beneran ditraktir nih?” Steve nyengir.
“Hehehe...,”
Adita terkekeh. “Sudah... Pesan apa saja boleh. Silakan...”
“Pakai
nanya lagi,” gerutu Rafael, membuat Steve terbahak.
Pembicaraan
kemudian berlanjut ke mana-mana. Termasuk membahas undangan dari Ascadia. Steve
hanya bisa tertawa pasrah ketika Rafael mem-bully-nya
soal Asca, hingga Adita harus menyenggol lembut lengan Rafael supaya pemuda itu
tidak kebablasan.
Semua
itu tak luput dari perhatian Lea. Membuatnya makin bisa melihat betapa
berbedanya pola hubungan kedua putranya dengan gadis mereka masing-masing.
Masih juga dilihatnya sekilas-sekilas ketidaknyamanan Anna. Entah mengapa.
Padahal Steve dilihatnya sudah berusaha untuk bersikap tidak berlebihan.
Tapi
pada akhirnya dia memilih untuk mengabaikan itu. Dan larut pada banyak canda
yang terlontar kemudian. Menikmati cahaya bintang di wajah Steve, Rafael, dan
Adita. Dan juga sedikit rona ceria dalam wajah Anna.
* * *
Anna
menutup pintu kamarnya. Dia kemudian duduk di depan cermin meja riasnya.
Ditatapnya wajahnya. Ditatapnya matanya sendiri. Berusaha menyalurkan sugesti
dalam otaknya.
Sudahlah... Toh keduanya
secara fisik tidak jauh berbeda. Jangan ingkari bahwa kamu juga menemukan
kesenangan dalam tiap petualangan baru bersama laki-laki bernama Steve itu.
Lupakan yang satunya. Lupakan! Maka semuanya akan baik-baik saja. Dan kamu
tidak kehilangan apa-apa.
Ditariknya
napas panjang. Dan di akhir hembusan napas itu, dia berusaha untuk memantapkan
keputusannya, hatinya, perasaannya.
Welcome to my life, Steve...
Dia
memejamkan matanya sejenak. Mengusir bayangan lain yang masih bercokol dengan
pongah di setiap sudut benaknya.
Pergilah dari hatiku!
Pergilah dari otakku! Pergilah jauh-jauh, Rafael!
* * *
Anna
mengangkat wajahnya ketika mendadak ia merasa terusik oleh sebuah bayangan yang
jatuh tepat di atas buku yang tengah dibacanya. Sebuah senyum lebar menyambutnya.
Dia terbengong sejenak sebelum membalas senyum itu.
“Hai!”
wajah Steve terlihat sangat cerah.
“Hai
juga!” balas Anna ringan.
Steve
mengatap Anna. Dalam. Perasaannya masih cukup peka untuk bisa menangkap
perubahan gesture Anna.
“Anginnya
kelihatannya bersahabat?” Steve mempertahankan senyumnya.
“Sejuk
dan menyenangkan,” balas Anna dengan senyum cantiknya.
Seketika
hati Steve terasa meleleh.
Apa pun akan kuberikan
padamu, Anna. Apa pun!
“So... Jadi keluar cari baju?”
Ada
yang terasa melompat-lompat dalam hati Steve ketika mendengar suara antusias
itu.
“Jadi
dong!” jawabnya cepat. Seolah dikejar ketakutan bahwa hembusan angin lain akan
mengubah suasana dengan cepat.
“Oke!”
Anna bangkit dari kursinya. “Aku pamitan sama Abang dan anak-anak dulu.”
Steve
mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.
* * *
Tapi
ujian itu belum lewat. Mobil yang terparkir di luar bukan mobil Steve,
melainkan mobil Rafael. Steve menangkap tanya dalam mata Anna.
“Mobilku
bannya gembos satu,” Steve nyengir. “Kelamaan mau ngeban. Aku embat saja mobil
Rafa.”
“Lho,
kalau dia mau pergi pakai apa?”
“Kan
masih ada mobil Mama. Biarpun dia pakainya dengan ngomel-ngomel, pasti masih
mau pakai juga. Yang ogah banget pakai mobil Mama kan aku, hehehe...”
Dan
aroma lain itu langsung menyergap hidung Anna begitu dia duduk di dalamnya.
Aroma yang jauh lebih menyenangkan daripada aroma mobil Steve. Aroma yang
menenangkan. Aroma yang membuai. Membuat Anna harus bekerja keras untuk menekan
gejolak hatinya dan mengusir bayangan sosok Rafael yang mulai muncul lagi.
“Mau
cari baju di mana nih?” Steve mulai melajukan mobil itu.
“Mm...
Ke mall saja ya?”
“Nggak
ke butik?”
Anna
menggeleng. “Kemahalan.”
Rafael
tertawa, tapi tak berkomentar lebih lanjut.
Whatever you want, Lady...
* * *
Sebelum
menarik gas motor 600 cc itu, kedua tangan Rafael mencari kedua tangan Adita
dari kedua sisi tubuhnya. Ketika dia menemukan apa yang dicari, dilingkarkannya
kedua tangan itu di sekeliling pinggangnya. Adita tergelak di belakangnya.
“Aku
nggak akan jatuh biarpun posisinya nggak begini,” ucap Adita di sela gelak
tawanya.
“Mesra
sedikit kan nggak apa-apa,” balas Rafael, jahil.
Sisa
tawa Adita yang menembus helm yang dikenakannya membuat Rafael tersenyum
sebelum menarik gas. Diarahkannya motor itu ke Mangga Dua seperti permintaan
Adita.
Mangga Dua?
Rafael
sempat ragu sejenak dengan tempat pilihan Adita itu. Sejujurnya dia ingin Adita
kelihatan lebih cantik lagi di resepsi pernikahan Ascadia minggu depan. Tapi Adita
langsung menggelengkan kepala ketika Rafael menawarinya untuk mencari baju baru
di butik.
“Cukup
ke Mangga Dua, Mas. Aku punya langganan di sana. Yang jelas, aku nggak akan mempermalukanmu,”
ucap Adita tegas.
Melihat
keteguhan Adita, maka Rafael pun menyerah.
* * *
Bersambung ke episode berikutnya : Rinai Renjana Ungu #25
Berhubung
ternyata RRU masih agak panjang, maka tayangan RRU akan break selama seminggu (minggu
depan) agar pembaca tidak bosan. Sebagai pengisi kekosongan, mulai ditayangkan cerpen
stripping berjudul I N F A L sejak hari Rabu kemarin yang akan tayang tiap hari sampai
tamat.
Terima
kasih...
Untuk semua pembaca yang sudah meninggalkan jejak berupa komentar, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Akan segera saya balas begitu ada waktu luang. Mohon maaf untuk itu...
Untuk semua pembaca yang sudah meninggalkan jejak berupa komentar, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Akan segera saya balas begitu ada waktu luang. Mohon maaf untuk itu...
Yang penting nggak absen mbak, good post
BalasHapusYahhhhhhhhh....
BalasHapusPenasaran................
BalasHapus