Kisah sebelumnya : Rinai Renjana Ungu #12
* * *
“Hai!”
Anna
mengangkat wajahnya. Dia lagi,
gumamnya jengah. Tapi sosok yang muncul di depannya itu segera mengumbar senyum
yang... Sebenarnya menarik juga, Anna
menggumam lagi dalam hati.
“Apa
kabar?”
“Baik,”
jawab Anna, pendek.
“Perasaan
dingin ya, di sini?” Steve nyengir sambil menggosokkan kedua telapak tangan di
lengan atasnya.
Anna
mengerutkan kening. Menatap Steve dengan aneh. Di luar memang hujan merintik,
tapi sisa hawa panas sebelum hujan masih cukup terasa.
“Nyeberang
yuk!”
Anna
masih menatap Steve. Yang ditatap masih mengumbar sinar mata jenaka dan senyum
yang tetap terlihat riang. Pelan, Anna menghela napas panjang.
“Mau
ngapain?”
“Beberapa
porsi schotel, atau ketan susu, atau
ketan duren, atau apalah,” Steve mengedipkan sebelah matanya.
Pet shop
sedang sepi. Anna kehilangan alasan untuk menolak ajakan Steve. Walaupun
terkesan ogah-ogahan, diterimanya juga ajakan itu. Maka mereka berdua pun
menyeberang ke warung milik Adita. Si pemilik warung yang kebetulan ada di sana
segera menyambut Anna dan Steve dengan wajah cerah.
“Meja
buat berdua masih tersedia!” senyumnya, menggoda.
“We’ll take it!” Steve mengedipkan
sebelah mata sambil tertawa.
Adita
sendiri yang melayani keduanya. Terakhir, sebelum meninggalkan keduanya setelah
pesanan beres, dia meletakkan dua piring mungil berisi puding.
“Wah,”
Anna menatap Adita,” dapat bonus nih!”
“Tester...,”
Adita tergelak. “Kalau tanggapannya positif, bakalan launching minggu depan. Ya sudah, aku tinggal dulu ya? Nggak mau
ganggu orang kencan, hehehe...”
Anna
hendak protes tapi Adita sudah melenggang meninggalkan sudut itu. Steve segera
meraih salah satu puding dan mencicipinya.
“Wah!”
ucapnya sambil mengulum sesendok puding. “Enak banget! Cobain deh!”
Anna
menatap dengan putus asa sendok puding yang sudah tersodor di depan mulutnya.
Mau tak mau, karena tak mau ribut, dibukanya juga mulut. Menerima suapan Steve.
“Aku
nggak bohong kan?” mata Steve terlihat berbinar.
Anna
terpaksa mengakui kebenaran itu. Puding tape ketan hitam yang masuk ke dalam
mulutnya betul-betul enak. Manis, asam, gurih, lembut. Semuanya berpadu dalam
takaran yang sungguh pas bermain dalam mulutnya.
Steve
meraih puding satunya. Berwarna putih dengan lapisan bening di tengahnya. Ia
kembali menyuapkan sesendok puding itu pada Anna.
“Mm...,”
Anna kembali mengulum kelezatan yang sama. Menemukan irisan-irisan manis segar
dalam puding itu.
“Leci
ya?”
Anna
mengangguk.
“Gila!”
Steve menggelengkan kepalanya. “Adita punya tangan ajaib!”
Anna
tersenyum mendengarnya. “Asal jangan jatuh cinta padanya. Bisa perang dunia
sama Mas Rafa.”
“Nggak
akan,” Steve menyambar cepat. Menggeleng mantap. “Aku kan sudah jatuh cinta
padamu.”
Seketika
Anna kehilangan kata. Sejujurnya dia bisa merasakannya. Perasaan Steve padanya.
Tapi ucapan terus terang Steve tak urung membuatnya kaget. Terlalu jujur.
Terlalu apa adanya.
Maka
dia diam-diam saja menikmati schotel
penuh smoked beef dan melted cheese yang terhidang di
depannya. Steve pun menikmati ketan susu-kejunya dalam hening.
Sebuah
perasaan yang tak pernah ada dalam hatinya mendadak muncul. Ada ketenangan yang
dinikmatinya ketika berada dekat dengan Anna. Tak perlu banyak mendengarkan
suara seperti biasa ketika para gadisnya mengumbar kata berharap perhatian
darinya.
Dan Anna...
Entah
kenapa diam-diam Steve menikmati betul perburuannya kali ini. Seseorang yang
tak didapatnya dengan mudah. Biasanya dia tinggal sedikit saja menjentikkan
jari, maka seorang gadis akan menempel padanya hingga dia menendangnya
jauh-jauh. Tapi kali ini?
Pelan
Steve menggelengkan kepalanya. Perlu banyak strategi agar Anna mencair. Agar
Anna meleleh. Agar Anna sedikit saja menoleh padanya. Tapi untuk gadis seperti
Anna, dia merasa tak mengapa bila kehilangan banyak hal. Entah kenapa baru saat
ini dia bisa menemukan nilai tak terhingga dari diri seorang gadis. Benar-benar
lain dari biasanya.
* * *
Rafael
menatap bayangan siang diliputi awan kelabu di balik jendela kantornya.
Menunggu tetes-tetes kesegaran meluncur menghujam bumi. Ketika ponselnya
berbunyi, dia hanya menoleh malas ke arah benda itu. Sebuah SMS masuk. Ketika
dia membuka dan membacanya, wajahnya mendadak berubah.
Siang, Mas... Kapan pulang
ke Jakarta lagi untuk mencicipi puding yang baru saja launching?
Pelan
Rafael mengukir senyum. Entah kenapa pesan itu mendadak menghapus kelelahan
yang muncul di tengah hari ini setelah membaca rangkaian laporan produksi
perusahaan. Dia tak bisa menjabarkan rasa yang muncul. Hanya saja tiba-tiba dia
merasa punya tempat selain rumah untuk ‘pulang’.
Dihenyakkannya
punggung pada sandaran kursi. Hidupnya seolah berubah belakangan ini. Seperti
menaiki mobil autopilot yang
membawanya memasuki relung-relung baru yang tak pernah bisa dikendalikannya.
Tak ada hal lain yang bisa dilakukannya selain berusaha menikmati.
Dan menunggu...
Rafael
menghela napas panjang. Menunggu kepastian cerita Steve dan Anna. Lalu semuanya
akan selesai.
Begitu saja?
Tiba-tiba
saja ada yang terasa nyeri di hatinya.
Ataukah akan ada cerita
lainnya?
Rafael
mengerjapkan mata. Tak berani berharap lebih jauh. Dijangkaunya kembali
ponselnya. Mengetikkan sesuatu. Kemudian menyentuh ringan kotak Send. Kemudian dia mengetikkan sesuatu
yang lain. Sekali lagi menyentuh kotak Send.
Dan
dia kembali tersenyum.
* * *
“Mbak,
ada tamu cari Mbak Dita.”
Adita
mengangkat wajahnya. “Siapa?”
“Ibu
Lea,” jawab Toni.
Dan
Adita seolah tersengat mendengar nama itu. Dia buru-buru bangkit dari duduknya
di depan puluhan puding mungil aneka rasa dan rupa yang sedang dalam proses
cetak. Sebelum dia meninggalkan pantry,
dicoleknya bahu salah satu karyawannya.
“Fem,
ini tinggal kasih lapisan atas sesuai kelompoknya. Tolong lanjutkan ya?”
“Baik,
Mbak,” jawab Femmy sigap. “Eh, Mbak, tamunya mau disuguhi apa?”
“Nanti
saja, aku urus sendiri.”
Perempuan
cantik itu ditemukannya sedang duduk di depan jendela kaca di sudut. Ketika
melihatnya datang, perempuan itu mengembangkan senyum paling indah yang pernah
dilihat Adita. Dibalasnya senyum itu.
“Selamat
sore, Tante...,” Adita menjabat tangan Lea.
“Sore,
Adita... Maaf ya, Mama mengganggu kerja Adita.”
“Oh...,”
senyum Adita. “Nggak apa-apa kok, Tante. Banyak yang bisa menangani. Oh iya,
Tante mau minum atau makan apa?”
“Aduh...
Nggak usah repot-repot, Nak.”
“Tante
suka puding?” Adita menatap Lea dengan mata berbinar.
“Suka
sekali!” jawab Lea antusias.
“Di
sini sekarang ada menu baru. Aneka puding,” Adita meraih selembar daftar menu,
kemudian menyodorkannya pada Lea. “Silakan pilih sendiri, Tante.”
“Wah...,”
Lea berdecak ketika melihat gambar aneka puding yang sungguh menggiurkan itu.
“Ini bagaimana ya? Mau menolak kok sudah ngeces
duluan. Hehehe...”
“Silakan,
Tante mau yang mana saja, nanti saya ambilkan.”
Akhirnya
Lea menunjuk gambar tiga macam puding yang berbeda. Adita sendiri yang
mengambilnya di pantry, ditambah dua gelas ice
lemon tea. Segera saja Lea menikmati suguhan itu dengan mulut tak hentinya
menggumamkan, “Hm... Hm... hm...,” hingga hampir lupa tujuannya semula hendak
menemui Adita.
Dia
baru teringat ketika melihat Adita tengah menatapnya sambil tersenyum. Sambil
menarik piring puding kedua mendekat, dia pun mengutarakan maksud
kedatangannya.
“Begini,
Dita,” ucap Lea. “Siang tadi Mama dapat pesan dari Rafa. Hari Minggu ini kan
ada kerabat yang mau menikahkan anaknya. Rafa ingin mengajakmu menghadiri acara
itu, tapi baru bisa pulang Jumat sore. Terlalu mepet untuk mencari busana
sarimbit denganmu. Makanya dia pesan agar Mama hari ini mengajakmu cari baju
buat acara itu. Kebetulan tadi Steve juga punya maksud yang sama. Cuma dia
masih agak rikuh karena Anna masih... ya begitulah... Belum terlalu menerima
Steve. Kata Steve, kalau Mama yang mengajak, mungkin Anna akan susah untuk
menolak. Bagaimana menurutmu?”
Adita
hanya bisa terbengong menatap Lea.
* * *
Bersambung ke episode berikutnya : Rinai Renjana Ungu #14
nice post mbak
BalasHapusMakasih atensinya, Pak Subur...
Hapusbenar2 baru bagian ini,... membuatku jatuh cinta sama penulisnya.
BalasHapusMakasih kunjungannya, Mbak MM...
Hapuskelak mau nggak ya aku ngajak pacar anakku blanja baju... #mikir
BalasHapusKalo aku kayaknya oke aja, secara nggak punya anak cewek, hehehe...
HapusNuwus mampire yo, Jeng...
Kerenn... saya kok jadi penasaran mau icip2 pudingnya Adita juga :)
BalasHapusngarep.com
Hahaha... Makasih kunjungannya, Mas Pical...
Hapus