Kamis, 11 Juli 2024

[Cerbung] Guci di Ujung Pelangi #4 - 2






Episode sebelumnya


* * * 


Cincin Itu .... - 2


Keheningan menjelang malam seperti ini adalah suasana yang sangat didambakan Lily. Titik-titik air dari langit mulai jatuh di luar sana. Mengantarkan kesejukan yang menerobos pintu ruang makan yang terbuka ke arah teras belakang.


Lily meninggalkan ruangan itu, untuk segera kembali sesudahnya. Di tangannya ada buku sketsa dan pensil gambar. Sejenak ia menatap temaram lampu taman di sudut belakang. Keping-keping ide segera terserak dalam benaknya, menunggu untuk disatukan.


Tatapannya beralih ke buku sketsa. Dalam hitungan detik, coretan-coretan indah sudah tergambar pada bidang putih itu. Sketsa kalung yang dipesan oleh salah satu klien Carina.


'𝘚𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘨𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘢𝘶𝘯 𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵, 𝘢𝘥𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘭𝘪𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘳𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘬𝘢𝘳𝘢𝘵, 𝘦𝘭𝘦𝘨𝘢𝘯, 𝘤𝘢𝘯𝘵𝘪𝘬.'


Keinginan dari seorang laki-laki berusia empat puluhan itulah yang desainnya kini menjadi tanggung jawab Lily. Untuk hadiah ultah ke-40 istri tercinta, begitu kata laki-laki itu.


Lima belas menit, sketsa pertama jadi. Lalu sketsa kedua. Selanjutnya sketsa ketiga. Sudah jadi standar operasional d'Nali Jewellery bahwa desainer pesanan eksklusif harus menyediakan tiga sketsa untuk dipilih klien.


Tak jarang klien dengan uang tidak berseri bahkan menginginkan ketiganya sekaligus. Atau merembet jadi ingin memesan sekalian satu set. Kalung, giwang atau anting, gelang, cincin, bahkan sekalian dengan gelang kaki atau hiasan rambut.


Malam makin tua dan dingin. Hujan pun makin deras. Lily meringkas alat dan hasil kerjanya.


"Mbak, mau dibikinin cokelat hangat?" Enik muncul dari arah kamar mandi belakang. 


Lily mengangkat wajah. Sejenak terbengong.


"Nggak kedinginan mandi gini hari?" Ia malah balik bertanya.


"Enggak, Mbak," Enik cengegesan. "Masih pukul delapan juga. Gerah habis nyetrika."


Lily menggeleng sambil tersenyum.


"Mau, Mbak, cokelat hangatnya?" ulang Enik.


Lily kembali menggeleng. "Kamu aja bikin sendiri, Nik. Aku dah telanjur gosok gigi. Jangan lupa cek semua pintu dan jendela."


"Siap, Mbak."


Dan, Lily pun beranjak masuk ke kamarnya.


* * *


Setelah menyiapkan semua keperluan kerjanya untuk esok hari, 'Senin pagi yang tak boleh gagal', Lily merebahkan diri ke kasur empuknya. Saat hendak memeriksa kembali alarm ponsel, benda itu berbunyi pendek. Masuk sebuah pesan melalui WA. Dari Bara.


Met malem, Ly. Maaf ganggu. Mau kasih info, Sabtu depan tanding futsalnya jadi di GOR, pukul lima sore. Datang, ya .... 🙏🏼


'𝘈𝘩, 𝘪𝘺𝘢!' Lily tersenyum lebar. Ia segera mengetikkan balasannya.


Makasih infonya, Mas. Nanti aku jadi penggembira pastinya. 😁


Siplah! Yang heboh, ya, Ly. Biar Emerald menang. Kamu bakalan aku traktir, deh. Hehehe ....


Lily tersenyum lebar. Ia memang pendukung setia tim futsal Emerald. Hampir semua anggota lama tim futsal Emerald dikenalnya.


Wokeh, siap, Mas Bara! 😎


Oke, deh. Met istirahat ya, Ly.


Sama-sama, Mas Bara.


Usai berbalas pesan dengan Bara, Lily tak langsung meletakkan ponselnya. Ia malah membuka galeri foto. Beberapa gambar terakhir adalah rangkaian foto Erid dan Athena dalam berbagai posisi.


Seharusnya ia sudah mengirimkan foto-foto Erid melalui WA. Sayangnya, karena keasyikan bertukar gosip bertiga tadi, ia dan Erid justru lupa bertukar nomor kontak.


Ada tiga foto yang mengabadikan jemari kanan Erid dengan sangat jelas dan sempurna. Dengan sebentuk cincin belah rotan emas putih tersemat di jari manisnya. Ini adalah kali kedua Lily melihatnya. 


Kali pertama terjadi dua hari lalu. Ketika tanpa sengaja pandangan sekilasnya jatuh ke tangan kanan Erid yang sedang mengangkat sendok es campur mendekati mulut. Lily serasa patah hati seketika. Ada cincin belah rotan emas putih melingkari jari manis kanan Erid.


Lalu, ia menunduk. Melirik tangan kanannya sendiri yang berada di pangkuan. Pelan-pelan, ia membuka tangannya. Lebar-lebar. Hingga cincin yang dikenakannya terlihat jelas. Serupa, tapi tak sama. Titik sebutir berlian kecil itulah yang membedakannya. Namun, menilik bentuk dan posisinya, Lily yakin cincin itu berarti sama dengan miliknya. Sebentuk cincin kawin.


Lily menghela napas panjang. '𝘛𝘦𝘯𝘵𝘶 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘌𝘳𝘪𝘥 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘬𝘢𝘩!' Laki-laki tampan rupawan, berperawakan atletis layaknya model internasional, mapan, berkarier cemerlang sebagai seorang dokter spesialis, pemegang tahta nakhoda jaringan rumah sakit bertaraf internasional, sepertinya terlahir dengan sendok emas di mulut karena berasal dari keluarga 𝘰𝘭𝘥 𝘮𝘰𝘯𝘦𝘺, siapa yang tidak kepincut?


'𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘮𝘶𝘭𝘢𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨?' batinnya nelangsa.


Ia menggeleng samar. '𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬! 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩!'


Kerjapan matanya berusaha mengusir embun yang mulai menitik. Bersamaan dengan itu, hujan bercampur petir yang makin gila di luar sana. Seolah alam memahami dan mau turut serta menaungi sisi abu-abu hatinya.


* * * * *


Episode selanjutnya


Ilustrasi dari pixabay, dengan modifikasi



2 komentar:

  1. Senin maneh sik suwe, Mbk Liz. Haaaaiiiyyaaaaa...

    BalasHapus