* * *
KPN Griperga,
Pertemuan Ketiga - 2
'𝘋𝘪𝘢 ... 𝘭𝘶𝘤𝘶.'
Erid agak kesulitan menemukan kata yang pas untuk menggambarkan gadis muda yang diperkirakannya berusia awal dua puluhan itu.
'𝘔𝘢𝘯𝘪𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘯𝘨𝘦𝘵𝘢𝘯,' pujinya dalam hati.
Lily memang manis. Kulit kuning langsatnya terlihat sangat bersih dan segar bersinar. 𝘎𝘭𝘰𝘸𝘪𝘯𝘨, istilah terkininya.
Hidungnya tidak terlalu mancung, tapi tidak pesek juga. Terlihat sangat pas menempel pada bagian tengah wajahnya. Mata beriris coklat gelapnya dinaungi bulu mata sangat lentik. Alisnya cukup tebal dengan lengkung nyaris sempurna. Bibir merah mudanya juga terlihat pas mewarnai wajah. Pipinya terlihat agak 𝘯𝘺𝘦𝘮𝘱𝘭𝘶𝘬 menggemaskan dengan rona kemerahan alami. Semuanya itu menyempurnakan wajah berbentuk oval yang dibingkai oleh rambut hitam legam lurus berpotongan bob di atas bahu, dengan secuil poni jatuh di kening.
Perasaannya saat bertemu kembali dengan gadis itu? Erid tak bisa menjabarkannya. Namun, serasa ada ratusan kupu-kupu beterbangan di dalam perut dan dada. Menggelitik saraf-saraf rasa. Membuat ada denyar yang nyaris tak terkendali pada sekujur tubuh.
* * *
"Nanti sore formulirnya saya antar ke rumah, Mas."
Suara Adrian berhasil mengalihkan perhatian sekejapnya. Erid segera mengangguk sembari menggumamkan ucapan terima kasih.
"Alamatnya?" tanya Adrian.
"Klaster Emerald blok H-4 nomor 8."
"Loh, blok di belakang rumah saya berarti!" Adrian menanggapi dengan senyum lebar. "Ada klub futsal klaster Emerald, loh, Mas. Gabung, yuk!"
"Yang tiap hari Sabtu itu, ya?"
"Betul!"
"Wah, sayangnya tiap Sabtu saya sudah ada jadwal tetap."
Pada saat yang bersamaan, ada sesuatu yang terasa menggelitik mata kaki Erid. Ia menengok ke bawah, dan melihat ada seekor pomeranian lucu sedang menowel-nowelkan cakar kanan depan ke kakinya. Seolah-olah ingin berkenalan, lengkap dengan tatapan mata bulat genitnya.
"Hai!" sapanya sembari membungkuk dan meraih anjing mungil itu. Menggendongnya dengan penuh rasa sayang. "Siapa namamu?"
"Athena."
Tentunya bukan anjing itu yang menjawab, melainkan pemiliknya. Dengan suara lirih yang masih jelas tertangkap telinga.
"Hai, Athena!" Disapanya ulang Athena. "Kamu cantik banget!"
'𝘚𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘱𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘮𝘶,' lanjutnya dalam hati. Namun, segera diralatnya pikiran itu. '𝘔𝘢𝘴𝘢 𝘪𝘺𝘢 𝘓𝘪𝘭𝘺 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘢𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘈𝘵𝘩𝘦𝘯𝘢? 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘴𝘢𝘫𝘢!'
Athena menguik genit. Membuat siapa pun yang melihat dan mendengarnya merasa gemas.
"Umur berapa ini?" Tatapan mata Erid seketika menghunjam wajah Lily.
"Enam tahun." Lily mendongak sekilas.
"Kalau herdernya umur berapa saja, Mas?" Adrian ikut dalam pembicaraan itu. "Jantan semua, ya?"
"Iya, jantan semua. Badut sama Gabut itu satu indukan, umur tiga tahun. Kalau Ciprut umurnya tujuh tahun. Adik induk Badut dan Gabut."
"Khekhek ...."
Terdengar tawa tertahan yang keluar dari sela bibir merah muda dan tenggorokan Lily. Gadis itu terlihat memencet hidungnya. Berusaha keras menahan tawa.
Erid menanggapinya dengan senyum lebar. Ia paham betul bahwa nama ketiga herder gagahnya benar-benar lawak di luar nalar. Siapa lagi kalau bukan Ori yang berulah? Adik satu-satunya itu memang kocak.
"Adik saya yang kasih nama," tanggapnya, kalem. "Eh, boleh saya foto sama Athena?"
Lily menggangguk. Ditunggunya dengan sabar Erid yang tengah mencari sesuatu di semua saku celana kargo pendeknya. Nihil.
"Wah, ponsel saya ketinggalan," gumamnya.
"Pakai punya saya saja nggak apa-apa," tawar Lily. "Nanti saya kirimkan via WA."
"Wah, makasih banget!" Erid menanggapi dengan antusiasnya.
Beberapa kali bergaya dan dijepret, Erid pun puas dengan hasil yang disodorkan Lily. Athena sendiri terlihat nyaman dalam gendongan Erid.
Beberapa menit kemudian, Lily berpamitan seraya meminta kembali Athena. Sudah mulai panas, katanya. Dengan berat hati Erid pun melepaskan Athena.
Lalu, ada di manakah ketiga herder Erid? Semuanya duduk diam di belakang Erid. Dalam mode siaga, tapi tetap terlihat sangat tenang. Benar-benar sangat terlatih.
* * *
Lily kembali mengendarai sepeda listriknya. Pulang. Kembali ke rumah mungilnya yang nyaman.
Saat melewati gerbang belakang klaster Emerald, Lily mengerjapkan mata dengan cepat. Mengusir embun yang tiba-tiba saja muncul di sana. Entah kenapa, kali ini sebersit kerinduan membelit hatinya.
Ada sebagian hatinya yang tertinggal di sana. Di dalam sebuah rumah besar yang saat ini sudah berganti pemilik. Rumah besar yang lebih sering sunyi, karena pemiliknya saat itu harus berada di tempat lain, dan ia ada di sisinya untuk menemani.
Lily mengalihkan tatapannya kembali lurus ke depan. Pada jalanan beton kokoh dan lebar yang membelah kompleks perumahan itu. Jalan yang menuju ke rumahnya kini.
Beberapa puluh meter setelah ia melintasi gerbang kluster Safir, ia mengurangi kecepatan sepeda listriknya. Ia mengulas senyum melihat Udit, tukang sayur langganannya, tengah berhenti di depan rumah sebelah. Dikerubungi beberapa perempuan berbagai usia.
"Mbak!" seru Enik, ART Lily. "Ini pesenan Mbak Lily ada semua. Mau nambah apa?"
Lily memarkir sepedanya di depan rumah. Ia mendekati Enik tanpa menurunkan Athena lebih dulu.
"Ada tempe gembus nggak?" Ia balik bertanya.
"Ada, Neng," jawab Udit. "Tinggal satu papan."
Enik pun mengambil satu papan sejenis bahan makanan yang terbuat dari ampas tahu yang difermentasi menggunakan ragi tempe. Lalu, Udit pun menghitung semua belanjaan yang diambil Enik.
Lily kembali ke sepedanya. Athena masih duduk manis di dalam keranjang. Ia kemudian memarkir sepedanya di 𝘤𝘢𝘳𝘱𝘰𝘳𝘵 depan dapur.
"Tempe gembusnya mau digoreng sekarang, Mbak?" Enik menyusul di belakang Lily yang masuk ke rumah sambil menggendong Athena.
"Dibacem aja, Nik. Pake cabe rawit yang banyak biar pedesnya nendang."
"Sekalian aku bikinin nasi jagung, ya, Mbak," ujar Enik.
Hanya dengan membayangkannya pun, Lily hampir meneteskan air liur. Nasi jagung, urap sayur, bacem gembus pedas, dan ikan asin tipis digoreng tepung. '𝘏𝘮𝘮 ....'
Pikirannya otomatis tertarik ke belakang. Pada beberapa siang di gazebo yang ada di belakang sebuah rumah di klaster Emerald. Rumahnya dulu. Menikmati makan siang berdua dengan menu serupa sambil bertukar kata tentang banyak hal. Duduk lesehan bersama pemilik nama yang terukir di balik cincin yang hingga kini masih tersemat apik di jari manis kanannya.
𝓐𝓵𝓮𝔁𝓪𝓷𝓭𝓻𝓾.
Alexandru Amazon, lengkapnya.
* * * * *
Ilustrasi dari pixabay, dengan modifikasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar