Jumat, 29 Juni 2018

[Cerbung] Perawan Sunti dari Bawono Kinayung #15-1







Sebelumnya



* * *


Lima Belas
Rangkaian
Mahkota Bunga


Satu hal selalu dilakukan Kresna sejak Pinasti lahir. Merangkai mahkota bunga yang dipetiknya dari taman belakang rumah, khusus untuk Pinasti. Ya, untuk Pinasti, adik kesayangannya dan Seta.

Beberapa minggu setelah Mahesa dan Wilujeng pulang dari acara liburan mereka, Wilujeng jatuh sakit. Mual dan muntah sepanjang hari, nyaris tanpa henti. Pada hari kedua, tanpa pikir panjang Mahesa melarikan Wilujeng ke rumah sakit. Tapi di akhir serangkaian pemeriksaan setelah sehari semalam Wilujeng dirawat, dokter justru tersenyum lebar sambil memberinya selamat.

“Pak, mau punya bayi lagi, nih!” ucap dokter itu sambil mengulurkan tangan. “Sudah sembilan minggu. Selamat, ya!”

Mahesa sempat ternganga sejadi-jadinya. Punya bayi lagi di usia empat puluhan? Wilujeng baru saja seminggu sebelumnya merayakan ulang tahun ke-44, dan usianya sendiri sudah hampir menyentuh angka 48. Yang membuatnya kemudian tersadar adalah sorakan Seta dan Kresna yang ada di sampingnya. Ia menoleh dengan kaget, mendapati si kembar itu berpelukan dengan riang.

“Lho, kok, malah bengong, sih, Pak?” dokter itu mengubah senyumnya jadi tawa kecil.

Mahesa tersentak. Setelah tersadar seutuhnya, barulah ia ikut larut dalam kegembiraan itu. Ketika ketiganya mengabarkan hal itu pada Wilujeng, perempuan itu langsung terpekik dan menerima pelukan erat dari suami dan kedua anak kembarnya. Cahaya dan rona bahagia seketika memenuhi wajahnya, mengusir pergi roman pucat yang selama beberapa waktu menghias tanpa diundang.

“Busset, dah, Kres!” seru Seta. “Umur segini kita bakalan punya adik bayi!”

Kresna menyambutnya dengan tawa keras.

“Semoga perempuan,” timpalnya kemudian.

Semua menyetujuinya. Satu lagi bayi perempuan, dan kehidupan mereka akan makin lengkap.

“Namanya harus Pinasti.”

Seketika Kresna dan Wilujeng saling menatap begitu kalimat itu selesai mereka ucapkan secara tepat bersamaan.

“Kok, bisa sama?” Wilujeng mengerutkan kening.

“Nggak tahu, Bu,” Kresna menggeleng. “Terpikir begitu saja olehku.”

“Sama...,” gumam Wilujeng.

Mahesa kemudian mencairkan suasana itu dengan mengajak kedua anak kembarnya berkemas. Siang itu juga, Wilujeng sudah boleh meninggalkan rumah sakit dengan berbekal obat anti mual dari dokter.

* * *

Dan, si kecil Pinasti lahir sekitar tujuh setengah bulan kemudian, tepat pada hari ulang tahun ke-22 kedua abangnya, seminggu sebelum kedua abangnya diwisuda sebagai sarjana. Seorang bayi perempuan yang sangat cantik dan menggemaskan. Ketika Seta menggendongnya untuk pertama kali, Kresna duduk di dekatnya dan menyusupkan telunjuk dalam genggaman tangan Pinasti. Segera saja ada sambutan erat dan hangat melingkari telunjuk itu.

“Cantik banget, ya, Kres?” bisik Seta, mengamati adik bayi mereka.

“Nggak nyangka kita bisa punya saudara kembar yang beda umur 22 tahun,” sahut Kresna.

Keduanya tertawa lirih.

Sejak Pinasti dibawa pulang ke rumah itulah Kresna mulai merangkai mahkota bunga mungil untuk sang adik sebelum berangkat beraktivitas. Di sela-sela waktu kosong selama mempersiapkan kuliah S-2nya, ia membantu Seta di perusahaan yang mulai dilepaskan Mahesa agar dikelola Seta secara utuh.

Kresna kukuh ingin menjadi dosen. Dengan senang hati Mahesa dan Wilujeng merestui cita-cita itu. Sedangkan Seta benar-benar serius dan sepenuh hati memenuhi keinginan Mahesa agar ada anaknya yang menggantikannya mengelola perusahaan yang ia dirikan bertahun-tahun lalu.

Pensiun sebelum usia lima puluh tahun adalah salah satu keinginan terbesar Mahesa. Tampaknya Tuhan mengabulkan keinginan itu walaupun tak sepenuhnya. Ia kini punya ‘mainan’ baru yang harus diurus dan dicintainya sepenuh hati bersama Wilujeng. Seorang bayi perempuan cantik yang mereka beri nama Mahaputri Pinasti Prabangkara.

* * *

“Kres, nanti bisa jemput Pinpin?” tanya Mahesa saat Kresna datang untuk sarapan bersama.

Sudah sekitar dua tahun ini, baik Kresna maupun Seta menempati apartemen masing-masing tak jauh dari rumah orang tua mereka. Tapi, masih tetap mampir ke rumah untuk menikmati sarapan dan makan malam hampir tiap hari.

Kresna berpikir sejenak sebelum mengangguk. Ada waktu lowong di tengah-tengah jadwal mengajarnya hari ini, hari dimulainya awal perkuliahan semester ganjil. Waktunya sekitar pukul sembilan pagi hingga pukul satu siang.

“Kalau lo sibuk, nanti gue jemput Pinpin ke kampus setengah satu,” sahut Seta. “Gue selesai meeting jam dua belas.”

“Iya,” angguk Kresna. “Gue ada jadwal jam satu.”

Pagi ini juga, Mahesa dan Wilujeng bersama klub sosial mereka akan meninjau sebuah panti asuhan baru di tepi kota. Dijadwalkan acaranya sampai sore. Harus ada yang mengurusi Pinasti.

Saat itu si putri kecil muncul di ruang makan, dituntun Wilujeng. Sudah cantik dan rapi mengenakan seragam TK-nya. Usianya sudah genap empat tahun beberapa bulan lalu. Kresna segera meraih mahkota bunga yang ada di dekat piringnya, kemudian meletakkannya di puncak kepala Pinasti.

“Makasih, Mas,” ucap Pinasti manis.

Kresna menghadiahinya sebuah kecupan di pipi. Pun Seta, dengan seluruh rasa gemasnya. Mereka berlima menikmati sarapan sambil bercakap. Pusat perhatian tentu saja nyaris seluruhnya jatuh pada si putri mahkota kecil, yang celotehnya membuat suasana sekeliling meja di ruangan itu hangat dan ceria. Ketika tiba waktunya bagi mereka untuk beraktivitas, mereka pun membubarkan diri.

Kresna menawarkan diri untuk mengantarkan Pinasti ke sekolah karena jalurnya searah dengan kampus tempatnya mengajar. Wilujeng dan Mahesa pun menyambut tawaran itu dengan senang hati. Kresna segera menggandeng tangan Pinasti untuk masuk ke dalam mobil. Dalam hitungan belasan detik mobil itu pun mulai meluncur, diiringi lambaian tangan Wilujeng dan Mahesa.

* * *

Hari pertama kuliah...

Alma menatap pantulan wajahnya dalam cermin. Wajah cantik seorang gadis yang baru beberapa minggu melepaskan seragam SMA-nya dan selesai menjalani masa orientasi kampus. Seorang gadis yang dilepaskan untuk mulai mandiri dengan indekos dan kuliah di luar kota.

Tapi ia tak sendirian. Ada Riska, sahabatnya sejak TK, bersamanya. Satu kampus, satu fakultas, satu kelas, satu indekos pula. Di samping itu ada juga Binno dan Gamaliel yang berkuliah di kampus yang sama, tapi lain fakultas. Indekos mereka pun  berdekatan tempatnya.

“Wil! Lu sudah siap belum?”

Ia sedikit tersentak ketika didengarnya pintu diketuk sekaligus ada panggilan dan pertanyaan untuknya. Suara Riska.

“Masuk, Ris!” serunya. “Nggak dikunci, kok!”

Kepala Riska pun menyembul dari sela pintu yang dibukanya dari luar. Tampaknya Alma sudah siap untuk berangkat. Mereka ada jadwal kuliah pukul tujuh pagi hari ini.

Beberapa menit kemudian, Riska sudah meluncurkan motornya keluar dari area parkir rumah indekos besar itu, dengan Alma duduk manis di boncengan.

“Habis kuliah kita ke kantin, ya!” seru Riska di tengah deru aneka kendaraan di sekeliling mereka.

“Lu belum sarapan?” Alma balas berseru.

“Cuma roti doang sebiji. Mana cukup, Wil? Kita, kan, lagi masa pertumbuhan.”

Seketika Alma tergelak mendengar ucapan Riska. Sesungguhnya ia pun merasa sarapannya masih kurang. Hanya sebuah roti isi selai kacang dan sekotak kecil susu coklat.

Ketika mereka melewati sebuah komplek sekolah, laju motor Riska sedikit terhambat. Dalam kondisi itu, tatapan Alma tertumbuk pada seorang gadis kecil berseragam lucu, berupa kaos oblong merah yang luarnya dilapisi jumpsuit (celana kodok / celana monyet) pendek bercorak kotak-kotak kecil merah-putih-biru-hitam, sedang dituntun keluar dari mobil oleh seorang laki-laki. Di puncak kepala gadis kecil itu ada mahkota bunga. Alma tertegun seketika.

Mahkota bunga...

Tapi ketika ia selesai mengerjapkan mata, gadis kecil itu sudah melepaskan mahkota bunganya dan makin masuk ke kompleks sekolah. Di samping itu, lalu lintas yang kembali lancar membuat Riska mulai memacu motornya lebih kencang lagi. Mereka makin jauh.

Saat itu juga jantung Alma berdebar kencang nyaris tak terkendali. Penampakan mahkota bunga itu sungguh membuatnya terguncang. Membuatnya teringat kembali pada mimpi-mimpi yang kerap kali menghiasi tidurnya bertahun-tahun ini.

Ah, mahkota bunga itu...

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com (dengan modifikasi)




2 komentar:

  1. Heluuuuuuuk duwe bayi meneh reeeeeek wkkkkkkk seru ! Seruuuuu !!!!!

    BalasHapus
  2. Oh, baru lulus, tho. Oke sip

    BalasHapus