“Dewangga?”
Achilla terbengong sejenak mendengar gumaman yang keluar dari bibir Sara. Bergantian ia melihat ke arah Dimitri dan Sara yang saling menatap nyaris tanpa berkedip.
“Ehem!”
Dimitri dan Sara sama-sama tersentak mendengar deheman Achilla. Keduanya terlihat salah tingkah dan berusaha untuk mengalihkan tatapan.
“Katakan padaku,” mata Achilla menyipit, “apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama? Membuat kalian seperti mendadak hibernasi dalam nitrogen cair?”
Sara terlihat tersipu. Dimitri memelototi Achilla. Yang dipelototi hanya nyengir dengan wajah tanpa dosa.
“Jadi, masih perlukah kuperkenalkan?” Achilla kembali menjahili keduanya.
Tapi ia tak melanjutkan aksi isengnya. Sebuah panggilan yang masuk melalui superphone membuatnya segera menjauh.
Dimitri kemudian tersenyum sambil mengulurkan tangannya. “Dimitri.”
“Sara.”
Bukan Petra?
Gadis itu tersentak ketika suara Dimitri memasuki pikirannya dalam hening. Telepati. Ditatapnya Dimitri.
Kamu mengalaminya juga?
Dimitri mengangguk.
Sebentar...
Dimitri beranjak masuk ke kamarnya, dan keluar dengan membawa sehelai kertas di tangannya. Diulurkannya kertas itu pada Sara. Sara menerimanya dengan penuh tanya, tapi sekejap kemudian ia mengerti. Ditatapnya kertas itu.
Gadis mungil yang cantik, rumah menapak tanah, pohon mangga dan puluhan anggrek di halaman samping. It’s so...
Amazing...
Sara mengangkat wajahnya ketika Dimitri menyambung kalimat dalam pikirannya itu. Pelan ia mengangguk. Tapi pembicaraan bisu itu terhenti ketika Achilla kembali ke ruangan itu.
“Archi mau ajak kita jalan,” ucapnya dengan wajah agak tersipu.
Dimitri mengangkat alisnya. Sungguh ekspresi yang sangat menarik bagi Sara. Ada yang berdentam dalam dadanya.
“Archi?” ucap Dimitri, masih dengan alis terangkat.
“Ayolah, Dim...,” rajuk Achilla. “Setelah kamu jebloskan Adler ke dalam hukuman kerja sosial, aku tak punya teman kencan lagi. Apa masih juga kamu menganggap Archi seperti bakteri? Seperti kamu selalu menganggap Adler?”
Mau tak mau Dimitri tertawa. Diacaknya rambut Achilla.
“Jadi kamu sekarang dekat dengan Archi ya?” Dimitri mengedipkan sebelah mata.
Achilla tersenyum mendengar ‘nada lampu hijau’ dalam suara Dimitri. Ia kemudian mengangguk dengan wajah cerah.
* * *
Sara diam-diam memejamkan mata. Berharap dimensi yang lain itu menggulungnya lagi. Tapi tak terjadi apa-apa. Ia tetap berada dalam space car Archibald, duduk di samping Achilla.
Berharap kembali ke dimensi itu?
Sara mengerjapkan matanya. Suara Dimitri kembali bermain di kepalanya. Ia menatap Dimitri dari arah belakang. Yang ditatap sedang sibuk bercakap dengan Archibald yang sudah mengaktifkan sistem autopilot sejak mereka pertama mengudara tadi. Dicobanya untuk menerobos pikiran Dimitri dengan suara lembutnya.
Entahlah. Aku hanya menginginkan suasana rumah menapak tanah itu...
Ataukah rindu pada Dewangga dan gadis kecil itu?
Sara menahan senyumnya agar tidak mekar.
Kenapa tidak mencoba saja untuk mulai mewujudkan semuanya, Sara?
Sara terperangah. Pun ketika suara Dimitri kembali menembus benaknya.
Sepertinya kita memang ditakdirkan untuk bertemu dan bersama dalam dimensi manapun.
Sara tak mampu menjawabnya. Ia hanya termangu sambil menatap keluar jendela. Menikmati kabut tipis yang berupa arakan mega bila dilihat dari bawah. Ketika disadarinya space car Archibald mulai terbang merendah, ia mengalihkan tatapannya.
* * *
“Kamu serius?”
Achilla menatap Dimitri tak berkedip. Yang ditatap serta-merta mengangguk mantap.
“Tapi kamu tak akan bisa memiliki anak darinya, Dim!”
“Aku tahu,” ucap Dimitri kalem. “Dia sudah bercerita padaku.”
Achilla kehilangan kata. Ia benar-benar tak mengira keisengannya membawa Sara untuk berkenalan dengan Dimitri akan berdampak seperti ini. Dimitri jatuh cinta pada Sara. Berniat menikahinya. Tak peduli bahwa Sara adalah manusia bibit unggul tapi infertil yang dibiakkan di atas cawan petri di laboratorium.
“Aku pernah ngobrol dengan Teja dan sekarang sudah mungkin untuk memiliki anak dengan perpaduan DNA-ku dan DNA Sara.”
Achilla menghela napas panjang. Ditatapnya lagi Dimitri. Kali ini ia tersenyum.
“Sejujurnya aku senang sekali punya saudara seperti Sara. Dia benar-benar baik.”
Dimitri meraih Achilla. Memeluknya dengan hangat.
“Aku akan menikahi Sara dulu. Setelah itu baru giliranmu dengan Archi,” bisik Dimitri.
Achilla tertawa lepas dalam pelukan Dimitri.
* * *
“On,” ucap Sara lembut begitu superphone-nya berbunyi.
Segera saja sebuah pesan suara bergema.
“Aku sudah menemukan jalur ke arah dimensi keduamu, Sara. Mungkin dalam dua minggu ini jalurmu sudah siap. Aku masih akan terus memperbaikinya. Good luck with Dimitri!”
Sara tersenyum sambil meletakkan gelas. Diperbaikinya letak duduknya sebelum berkonsentrasi. Beberapa detik kemudian ia sudah menemukan jalur yang benar.
Dimitri...
Ya?
Aku sudah dapat kabar dari Profesor Teja. Dia berhasil menemukan jalur ke arah dimensi kedua kita. Saat ini dia sedang menyiapkan jalur itu.
Oh ya? Aku tak sabar untuk memulai perjalanan bersamamu, Sara.
Aku juga, Dimitri...
Sara, seandainya aku bukanlah Dewangga, apakah kamu akan tetap mencintaiku?
Sara tersenyum.
Aku tidak tahu. Apakah kita masih perlu berandai-andai? Buatku kamu Dimitri, bukan Dewangga. Karena aku Sara, bukan Petra.
Dan di seberang sana, Dimitri pun tersenyum sambil membayangkan wajah cantik Sara.
* * * * *
Penasaran,...
BalasHapusHehehe... Penasaran apanya, Mbak MM?
HapusMakasih mampirnya ya...
bilangin prof teja yaaa...
BalasHapusaku gak jadi ngikut mesin waktu.
belom bayar arisan, soale... :D
Wakakak... bulan ngarep dobel lho bayare...
HapusNuwus mampire yo...
Manstaf :)
BalasHapusMakasih atensi dan salam manstaf-nya, Pak Edy...
HapusEnak ya bisa telepati! Cerita berikutnya ada lagu lg yo mba .....
BalasHapusSiaaap, Nyah Dok! Suwun mampire yo...
HapusCerita manis di hari ini :)
BalasHapusHehehe... Makasih singgahnya, Mas Ryan...
Hapus