Episode sebelumnya : Infal #5
* * *
Retno yang sore itu sedang menyemprot koleksi
anggreknya menoleh ketika mendengar pintu kecil pagar rumahnya terbuka dan
tertutup. Ia tersenyum lebar melihat siapa yang datang.
“Hai, Mbak!” sapanya.
“Jeng Retno, iki piye kok bisa-bisanya calon mantuku mbabu di tempatnya Bu Wondo?”
Retno terbengong sejenak. Wanda Respati
menghempaskan tubuhnya di bangku besi tak jauh dari tempat Retno berdiri. Retno
meletakkan semprotannya ke atas meja.
“Memangnya Mbak Wanda nggak tahu?” Retno
menanggapi dengan sabar.
Wanda Respati menggeleng.
“Ronan nggak cerita?”
Wanda Respati kembali menggeleng. “Tapi Gaby
tahu.”
“Lha, terus Mbak tahunya dari mana? Gaby?”
“Tadi ketemu di hipermarket. Sasya sama Bu
Wondo. Lha kok Sasya nyamar jadi Wati? Infalan yang kerja di Bu Wondo. Kaget
aku! Tak’kira Sasya ikut ke Belgia
to, beberapa hari nggak kelihatan. Lha kok ketemu-ketemu, malah mbabu to?”
Retno terkekeh karenanya. Apalagi melihat
wajah Wanda Respati yang terlihat takjub.
“Mbak Wanda kok kayak nggak kenal Sasya saja?”
ucapnya. “Sasya kan ajaib anaknya.”
“Lha iya, kuwi
piye ceritane?”
Retno kemudian membeberkan kronologi bagaimana
Sasya bisa terdampar di rumah Rini Suwondo. Ekspresi Wanda Respati
berganti-ganti. Takjub, tak percaya, geli, melongo, dan entah apa lagi.
* * *
Hari-hari lebaran berlalu begitu saja bagi
keluarga Suwondo yang memang tak merayakannya. Tak terasa sudah sepuluh hari
hampir berlalu sejak Wati pertama kalinya menginjakkan kaki di rumah ini. Pada
malam terakhir itu Wati sudah siap mengepak semua bajunya, siap untuk pergi
besok sore.
Entah apes atau apa bagi Wati, Diana muncul
keesokan harinya, di hari terakhir ia bekerja. Masih dengan judes yang sama.
Masih dengan celaan di sana-sini. Tapi Wati tak mengacuhkannya. Sore nanti
Retno akan menjemputnya. Dan setelah itu ia bebas merdeka.
Menjelang jam empat sore, Rini Suwondo
memanggil Wati. Yang dipanggil kemudian duduk dengan takzim di sebuah sofa
tunggal di ruang keluarga. Di tangan Rini Suwondo tergenggam amplop putih.
“Hari ini kamu sudah selesai kerja di sini,”
ucap Rini Suwondo, agak berat. “Aku terima kasih sekali sudah dibantu selama
Suni nggak ada. Kerjamu bagus, masakanmu enak. Beruntung sekali majikanmu.
Kalau sudah nggak betah di majikanmu, kamu ke sini saja ya? Aku terima dengan
senang hati.”
Wati mengangguk sambil tertawa dalam hati.
“Ini gajimu,” Rini Suwondo menyodorkan amplop
yang sedari tadi dipegangnya. “Sesuai perjanjian, ongkos menyeterika urusanmu
sama yang punya laundry ya?”
Wati kembali mengangguk sambil menerima
amplop itu.
“Terima kasih, Bu. Maafkan semua salah saya
selama ada di sini.”
“Ya, sama-sama. Sudah, kamu siap-siap dulu.”
Wati mengangguk untuk kesekian kalinya.
* * *
Rini Suwondo menunggu kedatangan Retno di
teras depan. Suwondo dan Diana juga ada di situ. Suwondo asyik dengan tablet di
tangannya, sementara Diana tenggelam dalam layar BB yang dipegangnya.
Menjelang jam lima sore, sebuah mobil
berhenti di depan pagar. Rini Suwondo mengerutkan keningnya karena mobil itu
bukan mobil yang biasa dipakai Retno. Lain halnya dengan Diana. Gadis itu
mendadak gelagapan sampai hampir jatuh dari kursinya.
“Ma, itu boss,”
bisiknya panik.
“Boss?”
Rini Suwondo menatap Diana, tak mengerti.
Sebelum menyadari apa yang terjadi, Wati
sudah muncul.
“Tamu, Bu? Mau dibukakan pintunya?”
“Sudah! Aku saja!” tukas Diana.
Tanpa menunggu jawaban siapa pun, Diana
segera melesat ke pintu pagar. Dengan wajah manis ia membuka pintu pagar
selebar-lebarnya. Jendela mobil tamu itu turun pelan-pelan.
“Sore, Pak Ronan,” sapa Diana semanis
gula-gula.
“Lho, kok kamu di sini?” ucap laki-laki muda
di belakang kemudi.
“Ini rumah saya,” jawab Diana, tetap manis.
“Rumah ortu saya sih...”
“Oh...,” laki-laki itu manggut-manggut. “Tapi
bener Sarasvati kerja di sini?”
“Sarasvati?” Diana mengerutkan keningnya.
“Wati,” terdengar suara lain dari dalam mobil.
Suara perempuan. “Infalnya Bu Wondo namanya Wati.”
“Oh...,” Diana manyun sesaat, seakan
alerginya kambuh mendengar nama Wati disebut-sebut. “Silakan masuk, Pak, Bu.”
Laki-laki itu melajukan mobilnya, masuk ke carport. Rini Suwondo yang akhirnya menyadari
siapa yang datang menyambutnya dengan wajah sumringah.
“Jeng Wanda... Apa kabar?”
“Baik...,” Wanda Respati menyambut
cipika-cipiki Rini Suwondo begitu ia turun dari mobil.
“Kok nggak ngabarin dulu kalau mau ke sini.
Jadi nggak disiapin apa-apa nih!”
“Hahaha... Nggak apa-apa, Jeng. Saya sudah
kangen sama calon mantu, makanya ke sini.”
“Calon mantu?” wajah Rini Suwondo tampak
ceria berbunga-bunga. “Kok Diana nggak bilang yaaa?”
Diana?
Wanda
Respati mengerutkan kening. Ditolehnya si perjaka yang mengekor di belakangnya.
“Sasya apa Diana to?” gumamnya galak.
“Lho, ya Sasya, Ma... Nggak ada yang lain,”
gerutu si perjaka.
Wanda Respati kembali tersenyum manis sambil
menatap Rini Suwondo. “Saya sebetulnya mau menjemput Wati. Dimintain tolong
Jeng Retno. Kan sudah habis kontrak to, di sini? Jeng Retno ada tamu, jadi
nggak bisa ke sini.”
“Oh...,” wajah Rini Suwondo tampak ragu-ragu.
Ia menoleh ke arah Diana. “Panggil Wati.”
Diana segera beranjak dari teras depan. Dan
sosok yang dicarinya tengah membenahi tas pakaiannya di dalam kamar. Siap untuk
pergi.
“Bongkar lagi tasmu,” ucap Diana dingin.
Wati menatapnya tak mengerti.
“Aku nggak mau kamu nyolong sesuatu dari
rumah ini. Bongkar lagi tasmu!”
Wati berdiri. Ia menatap Diana yang tingginya
hanya setelinganya. Dengan sorot mata tajam ditentangnya mata Diana. Diam-diam
Diana merasa gentar karenanya.
“Belajarlah untuk bersikap baik pada semua
orang, Mbak Diana” ucap Wati sejelas-jelasnya. “Saya hanya berniat membantu di
sini, bukan buat nyolong apa pun. Saya tahu susahnya cari ART infal karena mama
saya pernah mengalaminya. Dan satu hal lagi, Mas Ronan menyukai gadis yang
bersikap manis luar-dalam. Asli. Bukan cuma sekadar topeng. Permisi.”
Wati meraih tas dan melangkah mantap keluar
dari kamar. Dilewatinya Diana yang masih tertegun. Ia kemudian melenggang ke
teras.
“Sudah?” Rini Suwondo menatap Wati begitu
gadis itu muncul.
Wati tersenyum sambil mengangguk. Tak perlu
waktu lebih lama lagi untuk berpamitan. Dan Rini Suwondo pun terpaksa
melepasnya pergi.
* * *
Epilog
Suni kembali ke dapur setelah menutup pintu
pagar. Di tangannya ada sebuah kotak cukup besar yang baru saja dikirimkan oleh
seorang kurir. Di depan dapur ia berpapasan dengan Rini Suwondo.
“Ada kiriman, Bu,” ucap Suni.
“Apa? Dari siapa?”
“Nggak tahu. Kata yang bawa tadi kiriman dari
restoran apa gitu.”
Rini Suwondo kemudian membaca kartu kecil
yang ada di bungkus luar kotak. EuropeSky.
EuropeSky?
Jaringan resto mahal nan eksklusif itu? Nggak salah?
“Bener buat kita?” Rini Suwondo memastikan
lagi.
Suni mengangguk, “Bener kok, Bu.”
Rini Suwondo pun segera menyuruh Suni untuk
membukanya. Bau sedap segera menyerbu hidungnya. Ada lima kotak yang lebih
kecil di dalam kotak besar itu. Sebuah kertas tertempel di atas tutup kotak
teratas. Rini Suwondo membacanya.
Terima
kasih banyak atas kebaikan Keluarga Suwondo memperlakukan putri kami, Sarasvati
Voorhoof (Sasya/Wati), selama bekerja sebagai ART infal. Bersama ini kami
kembalikan seutuhnya gaji yang telah diterima Sasya, mohon disalurkan kepada
pihak yang lebih membutuhkan.
Ttd.
Fritz
dan Yuliani Voorhoof
EuropeSky
Rini Suwondo terbengong menatap lima porsi Chicken Cordon Bleu kiriman dari EuropeSky, beserta sebuah amplop putih
tebal yang tiga hari lalu diberikannya pada Wati.
Wati?
Babu indo itu? Sarasvati Voorhoof? Fritz Voorhoof? Pemilik EuropeSky? Jeng
Retno! Jeng Retno!
Rini Suwondo segera meraih ponselnya dengan
panik untuk menghubungi Retno.
* * * * *
T.A.M.A.T
Thanks to Patricia Saraswati
Prekuel kisah ini dapat diklik di sini.
Cuma satu penulis yang bisa bikin saya ketwa, terhibur tanpa membuat orang kesel. Ya mbak Lis.... I love this story. Love the author and the inspirator also.... Makasih mbak lizzzzzzz....
BalasHapusGood post mbak
BalasHapusHaah? Tamat?
BalasHapusSayang wati dah ada yang punyaaaaa... Coba kalau anaknya yang pulang bujang yang cowok... Hahahahahaha ngayal....
BalasHapusjunooo...
BalasHapuscarikan mama mantu yg seperti wati.
separo bule, pinter di sekolah, pinter masak, pinter cari duit, gak bisa nyetrika juga gak papa...
inget ya...
SEPERTI W-A-T-I
#emaksetresgaadaART
Keren ceritanya. Tadi kira'in Reinald akan jatuh cinta kepada Wati :)
BalasHapusMbak Lis..sory..baru sempet ngikutin..kok...tiba-tiba ilang fb mbak Lis...
BalasHapusgak cuma sekali lho baca ini... udah lama ngikutin m.lizz, njuk ngilang.. baru ketemu lagi belum lama.. buka2 lagi ... ketemu babu infal ini... masih ngakak juga... top banget mbak lizz..
BalasHapus