Kamis, 01 Agustus 2024

[Cerbung] Guci di Ujung Pelangi #9










* * * * *



𝗦𝗲𝗺𝗯𝗶𝗹𝗮𝗻

𝙇𝙚𝙢𝙗𝙖𝙧-𝙡𝙚𝙢𝙗𝙖𝙧 𝙆𝙞𝙨𝙖𝙝 𝘼𝙡𝙚𝙭𝙖𝙣𝙙𝙧𝙞𝙣𝙚 𝘼𝙢𝙖𝙧𝙞𝙡𝙮𝙖



𝗦𝘂𝗱𝘂𝘁 𝗣𝗮𝗻𝗱𝗮𝗻𝗴 𝗔𝗱𝗿𝗶𝗮𝗻 𝗣𝗿𝗮𝗱𝗮𝗻𝗮


Mungkin kisahnya sedikit rumit, tapi akan aku coba ceritakan kepadamu.


Aku adalah cucu dari Opa Ivander Amazon, pendiri dari Amazona Chemifarma. Opa Ivan punya tiga orang anak: Jonas, Princessa, dan Tiara.


Yang menikah lebih dulu adalah mamiku, si bungsu Tiara Amazon. Dipersunting oleh papiku, Brianno Pradana. Tante Cessa hingga akhir hidupnya tetap melajang, sementara Om Jonas menikahi Tante Anna beberapa tahun setelah mamiku.


Mami dan papiku punya empat orang anak. Dua yang sulung kembar, laki-laki dan perempuan, Bang Dennis dan Kak Zita. Lalu aku sebagai anak ketiga, dan anak keempat adalah si bungsu Fonso.


Andru anak tunggal Om Jonas dan Tante Anna. Dia dua tahun lebih muda daripadaku. Kami-Andru dan aku-sangat dekat. Dia sudah seperti adikku sendiri. Rumah kami pun bersebelahan.


Saat Andru berumur empat tahun, Tante Anna meninggal. Sejak saat itu, Tante Cessa dan mamiku berperan jadi ibu pengganti buat Andru, apalagi Om Jonas tampaknya tak ingin menikah lagi.


Kalau kau bertanya 'lalu siapakah Lily?', maka jawabnya adalah 'dia itu salah satu anak asuh Tante Cessa'. Tante Cessa memutuskan untuk tidak menikah. Aku sendiri tidak tahu apa alasannya. Namun, dia punya banyak anak asuh yang berasal dari beberapa panti asuhan.


Setiap tahun, Tante Cessa membuka kesempatan beasiswa bagi anak-anak panti yang memenuhi syarat. Bahkan akan dibiayai hingga lulus jadi sarjana bila berhasil mempertahankan prestasi.


Beberapa belas anak asuh sudah mendapatkan kesempatan berkarier di perusahaan kami. Lainnya berprofesi macam-macam. Sejauh ini, belum ada yang hidupnya gagal.


Lily sendiri menjadi penghuni salah satu panti asuhan karena tidak punya ayah. Aku tidak terlalu jelas tahu, apakah ayahnya sudah meninggal dunia, ataukah meninggalkan Lily dan ibunya begitu saja. Yang jelas, Lily ditinggalkan di panti asuhan saat usianya sekitar empat tahun karena ibunya hendak jadi tenaga kerja di luar negeri. Sayangnya, ketika berangkat ke Hongkong, pesawat yang ditumpanginya tergulung badai di dekat bandara sana. Tak ada penumpang yang selamat. Jadilah Lily benar-benar sendirian di dunia.


Lily anak yang cerdas. Karena itu dia berhasil mendapat beasiswa sejak SD. Bahkan sempat sekali loncat kelas. Saat SMP, dia masuk ke SMP yang satu kompleks dengan SMA Andru. Andru sudah kelas sepuluh dan Lily masuk kelas tujuh.


Tante Cessa selalu meminta Andru untuk menjaga Lily. Keduanya jadi sangat dekat. Mungkin karena Andru dan Lily sama-sama anak tunggal, jadi mereka seolah saling menemukan saudara.


Aku tidak tahu sejak kapan tepatnya, tapi Andru dan Lily tampaknya sudah saling mengembangkan rasa. Bukan lagi sebagai abang-adik, tapi sebagai pemuda dan gadis belia yang mulai mengenal cinta. Baik Opa, Oma, Om Jonas, Tante Cessa, maupun mamiku tak ada yang mempermasalahkan itu. Apalagi Andru dan Lily selalu saling menyemangati, hingga nilai mereka tak pernah jeblok.


Om Jonas bermaksud mengirimkan Andru untuk kuliah di Inggris selepas SMA. Menyusulku. Hanya saja Andru menolak dengan segala cara. Akhirnya kami semua tahu, dia tak mau meninggalkan Lily. Om pun tidak bisa berbuat lain. Toh, Andru tetap bisa kuliah di kampus terbaik di sini.


* * *


Pada tahun ketiga kuliahnya, Andru terdeteksi kena limfoma. Kami semua sangat terpukul. Apalagi Andru adalah ahli waris tunggal Om Jonas. Selain sebagai CEO Amazon Chemifarma, Om Jonas juga punya perusahaan yang dibangunnya sendiri.


Di tengah kesibukan Om, ada Lily yang selalu menemani Andru. Melihat itu, Opa dan Oma punya keinginan menikahkan Andru dengan Lily. Tujuannya, agar ada yang bisa selalu menemani Andru tanpa disibukkan hal-hal lain.


Awalnya Andru menolak, karena tak ingin membebani Lily. Namun, Lily menyetujuinya. Mungkin, selain karena cinta, dia juga ingin membalas budi terhadap keluarga besar Tante Cessa. Namun, ada syarat yang diajukan keduanya. Satu, Lily harus lulus SMA lebih dulu. Dua, Andru ingin rumah sendiri untuknya dan Lily, terpisah dari Om Jonas.


Begitu Lily dinyatakan lulus SMA, Andru dan Lily menikah. Saat itu kondisi Andru sedang sangat lemah karena berada di tengah-tengah rangkaian kemoterapinya. Aku menyempatkan diri menghadiri pernikahan itu, dan aku melihat betapa bahagianya keluarga besar kami.


Sekembalinya aku ke Inggris, Opa membeli dua rumah yang bersebelahan. Satu untukku, satu untuk Andru dan Lily. Mereka langsung menempati rumah itu. Hidup berdua, didampingi beberapa asisten rumah tangga.


Dari keluarga besar di sini, aku tahu Lily merawat Andru dengan sangat baik. Andru sudah mendorong Lily untuk kuliah, tapi Lily menolak. Alasannya, nanti akan ada waktunya Lily menjalani hidupnya sebagai anak kuliahan, setelah Andru sembuh.


Lily tak pernah sedetik pun meninggalkan Andru. Mereka punya banyak kegiatan positif. menghabiskan waktu untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan, berlibur di sela-sela pengobatan rutin Andru, mendukung kegiatan Andru di shelter anjing telantar dan komunitas pencinta anjing di kompleks sini, yang didirikan Andru saat masih SMA, menjadi penggembira yang selalu super heboh untuk tim futsal klaster yang Andru suka sekali menontonnya. Apa pun Lily lakukan untuk membuat Andru tertawa dan merasa bahagia.


Andru terlihat lebih sehat dari waktu ke waktu. Dari segi keuangan, keduanya juga tidak ada masalah, karena Andru pun didorong Om Jonas untuk tetap bekerja dari rumah, semampunya. Oma pun menghibahkan saham yang dimilikinya untuk Andru. Intinya, kami semua memberikan fasilitas terbaik untuk Andru dan Lily.


Akhir tahun ketiga perjuangan Andru, Tante Cessa mengalami kecelakaan lalu lintas yang merenggut nyawanya. Andru sangat terpukul karena untuk kedua kalinya dia harus kehilangan sosok ibu. Andru memang lebih dekat dengan Tante Cessa dibandingkan dengan mamiku. Bisa jadi karena mamiku juga cukup sibuk dengan anak-anaknya sendiri.


Kondisi Andru mulai tidak stabil. Berat sekali beban Lily saat itu. Segala cara dia lakukan untuk mendujung dan menghibur Andru, tapi Andru sudah sulit untuk bangkit lagi. Mulai muncul berbagai komplikasi. Saat itulah aku pulang, dan menempati rumah di sebelah rumah mereka. Menjadi saksi perjuangan Lily 


Setelah empat tahun berjuang dari awal mula, Andru pun memutuskan untuk berhenti. Dia bilang padaku bahwa dia sudah terlalu lelah. Dia juga tak ingin membebani Lily lebih lama lagi. Lily sudah mengorbankan akhir masa remaja dan kehidupannya demi mendampingi Andru. Lily berhak bahagia, tanpa Andru.


Andru pun berpulang di ranjang rumah sakit, ditemani Lily yang menggenggam erat tangannya, dan kami semua yang menunggu di luar ruangan. Di luar Lily terlihat tegar, tapi di dalamnya dia hancur. Dia sendirian lagi, walaupun bagi kami dia tetaplah keluarga.


Beberapa minggu setelah kepergian Andru, Lily menghadap Opa. Dia ingin mengembalikan rumah yang ditempatinya kepada Opa. Merasa tak sanggup lagi berada di sana. Kenangan bersama Andru terlalu lekat. Membuatnya sesak. Dia juga ingin melepaskan hak atas segala fasilitas yang diterima, juga saham hibah dari Oma. 


Tentu saja Opa, Oma, dan Om Jonas menolak. Semuanya adalah hak Lily sebagai anggota keluarga. Walaupun Andru sudah tidak ada, tapi status terakhir Lily tetaplah istri Andru. Lily ngotot, sampai akhirnya Opa mengambil jalan tengah.


Lily boleh menjual rumah hadiah dari Opa, tapi harus menggunakan uang hasil penjualan untuk dirinya sendiri, tidak dikembalikan. Mini cooper merah hadiah dari Om Jonas yang sudah atas namanya tetap jadi miliknya. Semua aset dan tabungan atas nama Jonas harus diterima Lily sebagai ahli waris tunggal. Pun semua tabungan yang diatasnamakan Lily, dan semua perhiasan yang pernah diberikan oleh Andru temasuk warisan dari mendiang Tante Anna. Oma menerima pengembalian saham, tapi Oma tetap memberikan pada Lily semua deviden yang diterima Oma.


Akhirnya rumah itu pun dijual. Aku yang membantunya mencarikan pembeli. Dan, temanku sendirilah yang membelinya. Lily pindah ke rumah yang jauh lebih kecil di klaster paling buncit. Dia memutuskan untuk mempertahankan mobil hadiah dari Om Jonas, dan menitipkannya di garasi rumahku. Akan tetap dikendarainya sewaktu-waktu dia memerlukan.


* * *


Masa yang pernah diungkapkan Lily akhirnya tiba. Dia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya. Diambilnya kuliah kelas sore jurusan manajemen bisnis. Ketika aku bertanya kenapa tidak kuliah pagi saja, jawabnnya membuatku ternganga.


"Kalau pagi aku di rumah penitipan anak, Bang."


Aku baru tahu dari Olin, kekasihku, bahwa Lily mendirikan rumah penitipan anak berbiaya ekonomis untuk ibu-ibu bekerja di klasternya. Dia membeli sebidang tanah kosong yang tersisa agak di tengah klaster Safir, dan mendirikan bangunan rumah cukup besar yang difungsikan sebagai rumah penitipan anak dengan fasilitas setara RPA berbiaya mahal.


Ketika keluarga kami tahu, segera mengalirlah donasi untuk menunjang kegiatan Lily itu. Hingga Lily bisa mempekerjakan beberapa pengasuh handal dengan gaji di atas rata-rata.


Dan, Lily tak berhenti di situ.


Kompleks kampusnya berdekatan dengan komplek sekolah yang berada di bawah naungan yayasan pendidikan yang sama, Garudeya Wiyata. Di sekitar situ, ada pula klaster-klaster bisnis dan perkantoran. Daerah 'basah' dan ramai, dengan menyisakan beberapa kaveling lahan kosong. Salah satunya adalah milik Andru yang sudah menjadi hak Lily.


Banyak pedagang kecil yang menjajakan makanan di pinggir jalan di sekitar sana. Posisinya tidak beraturan, menimbulkan kesan agak kumuh, dan rawan 'digaruk' Satpol PP. Bila hujan mereka kehujanan, bila panas pun mereka kepanasan.


'𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘥𝘪𝘬𝘶𝘮𝘱𝘶𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘣𝘶𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘥𝘢𝘪?'


Pada sebidang tanah kosong yang diwariskan oleh Andru di tengah area itu, Lily membangun mimpinya. Dengan pendekatan yang entah bagaimana caranya terhadap pedagang kali lima yang berserakan, mereka berbondong-bondong menempati lapak-lapak yang disediakan Lily.


Dua bulan pertama, Lily menggratiskan biaya sewa, sesuai perjanjian. Awal bulan ketiga, tak ada satu pun yang mengingkari kesepakatan. Mereka mulai membayar biaya sewa.


Jualan mereka naik kelas dengan harga tetap terjangkau. Uang sewa yang mereka bayarkan tidak membebani. Mereka aman dalam segala cuaca. Risiko 'digaruk' Satpol PP berada pada angka nol. Keuntungan pun meningkat. Bagi Lily, mungkin modalnya tidak akan pernah kembali, tapi dia menyiasatinya dengan memperluas area pujasera, dan menyewakan lapaknya dengan harga menguntungkan untuk pedagang makanan yang lebih besar.


* * *


Beberapa belas bulan lalu, Lily melihat ada poster lomba desain perhiasan di papan pengunuman fakultasnya. Dia tertarik dan mengikuti lomba itu. Hasilnya? Dialah pemenangnya.


Bulan berikutnya, dia sudah menjadi desainer tetap pada d'Nali Jewellery. Jam kerjanya sama sekali tidak mengganggu kuliah sorenya. Kendali operasi rumah penitipan anak sudah bisa dialihkan pada staf kepercayaannya. Dia kini bekerja sesuai dengan hobi yang dimiliki.


* * *


Ketika semua yang Lily lakukan sudah berjalan sesuai dengan alurnya, berita duka kembali menerpa kami.


Om Jonas berpulang dalam tidurnya, sehari setelah Lily mengadakan doa bersama memperingati seribu hari meninggalnya Andru. Itu terjadi sekitar setahun lalu.


Kami semua terpukul, terutama Opa dan Oma yang sudah mulai renta. Anaknya hanya tersisa seorang saja, mamiku. Dengan dibantu mami dan papiku, Opa menstabilkan Amazon Chemifarma yang sempat goyah.


Akhir bulan berikutnya, sehari sebelum genap empat puluh hari kepergian Om Jonas, Opa menunjukku sebagai CEO Amazon Chemifarma dan perusahaan milik mendiang Om Jonas pribadi. Jabatan yang kuterima dengan berbagai kecamuk di hati. Aku senang karena Opa memercayaiku, tapi aku juga sedih karena kehilangan Om Jonas, mentor utamaku. Fonso belum dilibatkan, karena hingga hari ini pun, dia masih harus menyelesaikan magisternya di Inggris, sama sepertiku dulu.


Aku bermaksud untuk menarik Lily masuk ke Amazon Chemifarma atau ke perusahaan mendiang Om Jonas, tapi dia menolak. Alasannya, dia tidak ingin merusak tatanan karena dia memang tidak berminat. Aku pun tidak bisa memaksanya.


Keesokan harinya, pengacara mendiang Om Jonas mengumpulkan kami untuk pembacaan wasiat. Aku melihat Lily meneteskan air mata ketika tahu bahwa wasiat Om Jonas diperbarui hanya satu bulan sebelum kepergiannya. Seolah Om Jonas sudah menyiapkan semuanya.


Dulu Tante Cessa menetapkan bahwa setengah asetnya jatuh ke tangan semua keponakannya tanpa kecuali. Setengahnya lagi diamanatkan kepada yayasan yang mengurusi beasiswa anak-anak panti asuhan. Yayasan yang hingga detik ini dikelola mamiku. Kini, Om Jonas membagi lima semua asetnya dengan nilai kurang lebih sama rata, untuk Lily dan kami empat bersaudara putra-putri adiknya.


Sama seperti warisan Tante Cessa, kini pun Bang Dennis dan Kak Zita menolak warisan itu. Dulu bagian warisan yang dilepas Bang Dennis dan Kak Zita langsung diserahkan padaku, Andru, dan Fonso, dibagi tiga. Kini bagian warisan itu diserahkan seutuhnya bagi yayasan beasiswa.


Lily bermaksud mengikuti jejak Bang Dennis dan Kak Zita melepaskan hak waris itu, tapi kami sekeluarga menolaknya. Alasan Bang Dennis dan Kak Zita bisa dimengerti, karena keduanya terikat kaul kemiskinan sebagai biarawan dan biarawati. Namun Lily?


"Kamu harus terima, Ly," tegas Opa. "Ini keinginan teralhir papamu. Opa mohon, jangan ditolak."


Dengan tambahan warisan dari Om Jonas, Lily bisa mendirikan pujasera keduanya. Letaknya ada di kompleks tempat kami tinggal. Kompleks Griya Permata Garudeya. Letaknya ada di sebelah GOR. Tempat yang strategis dan makin ramai dari hari ke hari, dengan skala yang lebih besar daripada pujasera pertamanya.


Aku tahu tabungan dan aset Lily sangat banyak. Namun, dia tetap menjalani hari-harinya dengan sederhana. Secukupnya. Bekerja dan kuliah sesuai keinginannya.


Tiap Minggu menjelang sore dia masih tetap setia menabur bunga di makam Andru. Bahkan, hingga detik ini Lily tak pernah melepaskan cincin kawin yang pernah disematkan Andru di jari manis kanannya.


Dia perempuan yang teguh dan setia. Satu hal yang harus kau tahu, seorang Alexandrine Amarilya masihlah seorang perawan.


Andru mungkin sudah tahu bahwa hidupnya tak akan terlalu lama bersama Lily. Dia tak ingin lebih berat membebani hidup Lily. Itulah salah satu cara Andru mencintai Lily.


* * * * *


Episode selanjutnya


Ilustrasi dari pixabay, dengan modifikasi







Tidak ada komentar:

Posting Komentar