bejubel.com |
(Fiksi ini terinspirasi dari sebuah kisah dalam Chicken Soup for the Soul)
Mengajak Sofia dan Prilly siang itu ke sebuah mall adalah sebuah kesalahan besar. Setidaknya itulah yang dirasakan Simon. Bagaimana tidak? Di mall yang mereka kunjungi, sedang ada kontes anjing cantik.
Simon bisa melihat betapa bulat dan penuh minatnya mata Prilly menatap deretan anjing kontestan dengan dandanan lucu-lucu. Ia tentunya belum lupa bahwa sudah berbulan-bulan Prilly meminta hewan peliharaan lagi setelah hamster yang dipelihara sejak Prilly berumur 4 tahun mati secara wajar dimakan usia. Dan Prilly yang semester depan akan masuk SD itu tentu saja menatap ‘para kontestan’ itu dengan penuh minat.
“Prilly mau beli hamster lagi?” tanya Simon ketika Prilly merengek minta binatang peliharaan lagi.
“Jangan hamster lagi, Papa. Buggy tak tergantikan di hatiku,” jawab Prilly bak seorang drama queen, membuat Simon setengah mati menahan tawanya.
“Then...?”
“Then... Just give me a dog.”
Rasanya seumur hidup Simon tak akan pernah bisa melupakan tatapan penuh harap si ratu kecil itu.
“A dog? What kind of dog?” Simon berlagak serius.
“Whatever! Just... a dog...”
“Hm...,” Simon berlagak berpikir. “Peliharaan anak TK itu cocoknya hamster, atau kucing, atau burung.”
“Aku nggak suka kucing atau burung,” Prilly menggeleng tegas. “Aku suka hamster, anjing, dan kuda poni.”
“Whoaaa... Kuda poni?” Simon membelalakkan matanya dengan takjub.
“Terlalu mahal, Papa,” jawab Prilly dengan nada seorang ibu menegur anaknya. “Seekor anjing aja udah cukup.”
Simon tak tahan untuk memeluk si ratu kecil. Lalu bisiknya, “Tunggu kamu masuk SD dulu, dengan nilai rapor yang bagus, maka Papa akan hadiahkan seekor anjing untukmu.”
“Really?” mata bening Prilly membulat sempurna menatap Simon.
Dan Simon makin mendekap Prilly dalam pelukan kasih sayangnya.
“I promise you,” bisik Simon sambil mencium pipi si ratu kecil.
Sebuah tarikan terasa di tangannya. Membuat Simon seketika tersentak dari lamunannya. Ia menatap ke bawah dan melihat Prilly tengah menatapnya dengan mata berbinar.
“Papa, lihat itu yang pakai rok biru. Cantik bangeeet!”
Simon melihat ke arah yang ditunjuk Prilly. Seekor siberian husky dengan rok tutu berwarna biru tampak duduk manis di pinggir panggung setelah mendapat giliran untuk tampil. Memang cantik, Simon membenarkan penilaian si ratu kecil.
“Prilly!”
Terlambat bagi Sofia untuk menangkap tubuh Prilly yang berlari menjauh. Mendekat ke anjing siberian husky itu. Simon segera mengejarnya.
“Hi, doggy...,” Prilly segera jongkok di depan si siberian husky dengan rok tutu biru itu. “You look sooo beautiful.”
Tanpa bisa dicegah tangan Prilly sudah terulur membelai lembut kepala anjing itu. Si anjing tampak jinak dan menikmati sentuhan Prilly. Simon yang sudah berada semeter di belakang Prilly terpaksa membiarkan saja adegan itu berlangsung. Ia hanya khawatir bila melakukan gerakan tiba-tiba, si anjing akan kaget dan justru menyerang Prilly.
“Prilly...,” bisiknya lembut. “Udah dong, jangan ganggu doggy-nya...”
Prilly menuruti ucapan lembut ayahnya. Pelan ia berdiri sambil mundur mendekati sang ayah. Simon menatap pemilik anjing dengan mata penuh permintaan maaf.
“Maaf, Pak, putri saya sudah mengganggu.”
Tapi laki-laki pemilik anjing itu menatap Prilly dengan takjub. Pelan ia menggelengkan kepala.
“Tidak apa-apa, Pak,” balasnya. “Hanya saja Getty tidak pernah suka disentuh orang lain. Tapi putri Anda...”
Sebuah tangan terulur. Mencengkeram lembut bahu Prilly. Ratu kecil itu menoleh. Sofia menatapnya dengan sedikit tajam.
“Prilly, dengar Mama. Lain kali tolong jangan lakukan itu ya, Nak?” ucap Sofia. Lembut tapi tegas. “Bisa jadi anjing itu memang jinak. Tapi kalau anjing itu galak, kamu bisa diserangnya.”
“Tapi dia jinak padaku,” Prilly berusaha membela diri.
Pria pemilik anjing itu berjongkok di depan Prilly.
“Anak cantik...,” ucapnya lembut. “Mamamu benar. Semua anjing di sini memang jinak. Tapi kamu belum pernah bertemu mereka kan? Mereka juga belum mengenalmu. Jadi... Bisa saja mereka menyerangmu kalau kamu tidak hati-hati.”
“Tapi dia nggak menyerangku,” tunjuk Prilly pada si siberian husky sambil menggeleng.
“Hm... Aku juga heran,” gumam laki-laki itu sambil berdiri.
“Prilly, udah ya... Kamu masih ingat janji Papa kan? Masuk SD dan rapor bagus.”
“Then you’ll give me a dog?”
Simon mengangguk
“Do you promise me?”
Simon kembali mengangguk.
“A real dog?”
Simon gemas sudah. Diangkatnya tubuh mungil si ratu kecil. Kemudian diciumnya pipi Prilly bertubi-tubi. Membuat Prilly kegelian.
“OK, Papa! I keep your promise!”
Laki-laki pemilik si siberian husky tertawa melihat adegan itu. Beberapa detik kemudian, sebuah kartu nama sudah terulur pada Simon.
“Kalau membutuhkan anjing untuk putri cantik Anda, hubungi saja saya.”
Simon menerima kartu nama itu sambil menggumamkan terima kasih. Kemudian ia memberikan kartu nama itu pada Sofia untuk disimpan.
* * *
Selanjutnya Sofialah yang menjadi saksi terbanyak betapa hari-hari Prilly sepulang sekolah seolah dipenuhi bayangan seekor siberian husky. Dengan agak memaksa ia meminta Sofia untuk mencarikan gambar-gambar anjing berjenis siberian husky di internet. Tak hanya itu. Prilly juga meminta Sofia untuk menceritakan tentang keistimewaan si siberian husky.
Pertama-pertama, Sofia dengan antusias memenuhi permintaan si ratu kecil. Hal paling menyedihkan buat seorang anak adalah bila mimpinya direnggut secara paksa. Dan ia tak ingin hal itu terjadi pada Prilly. Tapi lama-lama ia mulai merasa bahwa semua itu berlebihan. Maka dicobanya untuk bicara pada Simon.
“Apa nggak terlalu lama menunggu sampai Prilly masuk SD dan menerima rapor pertamanya untuk memiliki seekor anjing?”
Simon membenahi letak bantalnya sebelum berbaring dan memposisikan tubuhnya miring, menghadap ke arah Sofia.
“Hm... Prilly harus belajar untuk bersabar, Ma...”
“Dia sudah berbulan-bulan merindukan pengganti Buggy,” Sofia mengelus lembut pipi Simon.
“Iya... Aku tahu... Tapi pelihara anjing kan nggak gampang. Yakin Prilly bisa melakukannya?”
“Ingat nggak, Papa juga punya keraguan yang sama ketika kita mau belikan dia hamster dulu? Nyatanya? Prilly bisa mengurus hamster itu dengan sangat baik untuk anak seusianya. Bahkan ketika memulai itu, dia belum juga masuk TK kecil.”
Simon terpaksa menghela napas panjang. Tentu saja semua itu tak pernah lepas dari pengamatannya. Dan putri kecilnya itu seolah punya sejuta keajaiban paling indah yang pernah ditemuinya.
“Iya... Aku nggak pernah lupakan itu,” Simon mengerjapkan mata. “Tapi Mama kan tahu berapa harga anakan siberian husky.”
“Haish! Jangan bicara harga,” Sofia menarik lembut telinga Simon. “Sebetulnya harga nggak pernah jadi masalah buat kita. Yang ada, Papa gengsi untuk memajukan pemenuhan janji itu. Jangan lupa, Prilly jarang meminta apa-apa. Dia juga bukan type gadis kecil nakal yang semua keinginannya harus dipenuhi. Dia kenal dengan baik soal pemenuhan komitmen. Dia benar-benar anakmu.”
Simon tersenyum sambil meleletkan lidah, “Anakku memang... Bukan anakmu.”
“Hm... Cuma numpang lahir dari aku,” balas Sofia, berlagak cemberut.
Simon terbahak karenanya.
* * *
Simon yang tenggelam dalam kesibukan perkerjaannya hampir melupakan pembicaraannya dengan Sofia malam itu. Sudah lebih dari seminggu ia selalu sampai di rumah ketika Prilly sudah tidur, dan berangkat ketika Prilly belum bangun. Tapi ia selalu merasa keletihannya hilang menguap bila melihat wajah suci Prilly yang tengah terlelap.
Dan di ujung semua kesibukan itu, Simon memutuskan untuk mengambil cuti pada hari Jumat berikutnya. Pagi-pagi sudah digelitiknya telapak kaki Prilly.
“Ayo, Princess! Saatnya bangun, mandi, sarapan, dan berangkat sekolah.”
“Mm... Mm... Mm...,” Prilly menggeliat dengan malas.
Tapi matanya terbuka begitu melihat siapa yang membangunkannya.
“Papa! How I miss you...”
Simon tertawa lebar melihat drama queen beraksi kembali. Ditariknya dengan lembut kedua tangan Prilly hingga si ratu kecil itu terduduk.
“Pagi ini Papa akan mengantarmu ke sekolah, lalu siang nanti akan menjemputmu.”
“Really?” Prilly membulatkan mata beningnya. “Papa nggak kerja?”
Simon menggeleng sambil menempelkan ujung hidungnya ke ujung hidung Prilly.
“Papa cuti, Cantik... Ayo, sekarang mandi ya?”
Prilly mengangguk sambil meloncat dari atas tempat tidur.
* * *
Yang terjadi kemudian adalah Simon sungguh ternganga ketika melihat apa yang dilakukan Prilly. Gadis mungil yang sudah rapi dan cantik siap untuk berangkat sekolah itu tampak memegang tali dengan sebuah benda yang kelihatan cukup berat ada di ujung satunya. Lebih tepatnya, Prilly menyeret benda itu memakai tali.
“Kamu ngapain?” Simon melepaskan tanyanya.
“Mau nawarin Brandy sarapan,” jawab Prilly, acuh tak acuh.
“Brandy?” Simon masih ternganga.
“Iya, Brandy,” tegas Prilly. “Sebelum aku punya anjing sungguhan, aku kan harus latihan punya peliharaan lagi.”
Dan Simon makin ternganga ketika melihat benda apa yang terikat di ujung tali. Sebuah ubi jalar? Ditatapnya Sofia. Yang ditatap hanya mengangkat bahu sambil kembali sibuk mengambil seporsi kecil nasi goreng ayam untuk Prilly.
* * *
Hingga pulang dari mengantar Prilly, Simon masih tertegun-tegun karena menyaksikan sendiri ‘keanehan’ Prilly. Mosok karena ingin hewan peliharaan lagi sampai segitunya memelihara sebuah ubi jalar?
“Ya nggak ada yang aneh,” jawab Sofia acuh tak acuh. “Aku kan sudah pernah bilang kalau Prilly itu tiap hari selalu bicara soal husky, husky, husky. Bahkan dia punya file khusus di laptopku yang isinya artikel dan gambar-gambar husky.”
“Nggak ada yang aneh?” Simon terbelalak menatap Sofia. “Tapi ini ubi jalar, Ma. Ubi jalar.”
“Kalau di dapur adanya kentang, pasti dia pelihara kentang itu,” Sofia masih acuh tak acuh. Terus memotong bahan sup yang akan dimasaknya. “Tapi waktu itu yang ditemukannya ubi jalar. Karena aku bikin kolak ubi kan, beberapa hari yang lalu?”
Simon menghenyakkan punggungnya ke sandaran kursi. Astaga... Aku nggak rela kalau anakku jadi kurang waras cuma karena ingin hewan peliharaan tapi aku terlambat memenuhinya... Ia buru-buru berdiri.
“Ma, ingat nggak, pernah dikasih kartu nama sama orang yang punya husky itu?”
“Iya... Kenapa?”
“Masih disimpan?”
“Ada di tasku yang jeans merah bata. Mau ngapain?”
Simon sudah melangkah menjauh. Beberapa saat kemudian ia sudah memegang kunci mobil dan muncul kembali di dapur.
“Aku keluar dulu,” pamitnya.
“Lho, Papa mau ke mana?” Sofia mengangkat wajah.
“Mencegah putri kecil kesayanganku jadi nggak waras,” jawab Simon sambil melangkah pergi.
Tak lama kemudian Sofia mendengar derum halus mobil Simon yang meninggalkan garasi. Diam-diam, ia tersenyum simpul.
* * *
Prilly berjalan melompat-lompat dengan langkah kecilnya menghampiri Simon yang menunggu di samping pintu mobil. Wajahnya yang ceria dengan pipi merona kemerahan sungguh meruntuhkan hati Simon.
“Halo, Princess!” Simon mengembangkan kedua tangannya.
“Papa nggak usah lebay gitu dong!” Prilly cemberut sedikit.
Simon garuk-garuk keningnya yang tidak gatal. Sejenak kemudian ia teringat sesuatu. Diraihnya tangan Prilly.
“Eh, Papa punya kejutan buat kamu.”
Mata bening Prilly tampak menatap sang papa dengan penasaran. Tapi ketika sang papa membuka pintu bagasi, sungguh si ratu kecil itu tak bisa berucap apa-apa. Ia hanya bisa terbelalak lebar.
“Gimana?” usik Simon.
“A puppy? A husky? For me?”
“Only for you, my li’l princess...”
Prilly serasa tak mau mengalihkan tatapannya dari sebuah kandang kecil dengan seekor siberian husky kecil berada di dalamnya. Simon kemudian mengalah dan memindahkan kandang kecil itu ke jok belakang. Prilly duduk manis di sebelahnya. Masih dengan wajah tak percaya.
“Papa, is it a kind of dream?” bisiknya.
Simon menggeleng. “It’s a real life, Honey... Your sweet life... Tapi janji kamu akan memeliharanya dengan baik.”
“I promise you, Papa. Thank you so much!”
Dan Simon pun mulai meluncurkan mobilnya pulang dengan bibir tak mau berhenti menyunggingkan seulas senyum.
* * *
“Jadi, berapa harganya?” Sofia menatap Simon dengan mata berbinar. Sama persis dengan binar di mata Prilly.
“Gratis,” senyum Simon.
“Hah? Gimana ceritanya?”
“Orang itu masih ingat betapa Prilly seolah punya ikatan khusus dengan anjingnya yang ikut lomba itu. Nah, si puppy ini anaknya anjing yang ikut lomba itu. Galur murni, ada sertifikatnya. Dia nggak sembarangan melepas anjingnya untuk dibeli sekalipun. Tapi buat Prilly, dia bahkan menggratiskannya. Karena dia yakin kita akan mengurus puppy-nya itu dengan baik.”
“Whoaaa...,” Sofia kembali membinarkan matanya. Membuat Simon lagi-lagi merasa jatuh cinta.
“Jadi... Prilly boleh membuang ubi jalarnya itu sekarang,” Simon menggelengkan kepalanya.
“Nggak ah!”
Tiba-tiba Prilly muncul dari belakang mereka sambil menggendong anak anjing jantan barunya yang sudah diberinya nama Brandy. Simon dan Sofia menoleh.
“Siapa tahu kalau aku pelihara Brandy ubi lama-lama nanti bisa punya kuda poni beneran.”
Senyum Simon lenyap. Mendadak ia merasa pening. Tapi suara tawa Prilly mengembalikan dunia penuh warnanya.
“Just kidding, Papa... Hahaha...”
* * *
Epilog
“Ma, itu namanya apa?” Prilly menunjuk sesuatu di atas meja dapur.
“Hm... Ubi jalar...,” Sofia menatap ubi jalar yang ditunjuk Prilly.
Ingatan Sofia seketika berputar kembali ke masa lalu.
“Mama mau bikin apa?” Sofia kecil menatap meja dapur dengan penuh minat.
“Kolak. Sofia suka kan?”
“He eh. Itu apa, Ma?” Sofia kecil menunjuk sesuatu.
“Itu namanya ubi jalar.”
“Bisa dipelihara nggak?” Sofia kecil meraihnya.
“Bisanya ditanam. Hm... Tapi Mama ada akal. Gimana kalau Sofia ikat aja ubi jalar itu pakai tali? Sofia belajar dulu rawat kucing yang Sofia inginkan pakai ubi jalar itu. Kalau Sofia kelihatan benar-benar bisa merawat ubi jalar itu seperti Sofia bisa merawat kucing beneran, Papa pasti segera belikan kucing persia itu buat Sofia.”
Sofia mendadak tersenyum mengingat sebuah episode manis dari masa kecilnya. Ditatapnya Prilly baik-baik.
“Prilly, Mama punya akal...”
* * * * *
Lagu latar : In The Mirror – Yanni
Akhirnya dream come true deh. Epilognya itu bikin senyam senyum sendiri mbak Lizz.
BalasHapusHehehe... Makasih mampirnya, Mas Pical...
Hapushahahahhaha..mbayangin "telo"..ditaleni rafia.
BalasHapusdigeret cilikane mbak liz..
wkwkwkwkk..
GREAT story..mbak
<3 it so much
Jiakakak... Thanks to Chicken Soup for the Soul...
HapusNuwus mampire, Mak...
Aku juga mau ngiket singkong ah.....
BalasHapusSapa tahun jadi Vin Diesel*eh
Apik mbakyuu.....as always:)
Wuakakak... aku nggak tanggung jawab sama efeknya ah!
HapusMakasih kunjungannya, Mbak Dyah...
Manippulasiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii,.... mamane nakal kiiii... hahahahahahaha.
BalasHapusHahaha... Idealnya, seorang ibu harus mengenal anaknya dengan baik...
HapusMakasih mampirnya, Mbak MM...
Kwakwakwak ada konspirasi antara ibu dan anak nih :)
BalasHapusJadi ibu nggak boleh kalah cerdas dari bapak dunkz... Hehehe...
HapusMakasih singgahnya ya, Mas Ryan...
*cari ubi buat diiket biar kek hewan peliharaan* wkwkwk.. :D
BalasHapusHihihi... Makasih kunjungannya, Mbak Putri...
Hapushahahhaha :D bisa aja nih Mbak Lizz
BalasHapuseeh tapi antara dipelihara dan ditanam, keknya punya pengertian yang hampir sama yak :D wakakkaka sama-sama dirawat
Lha... tapi kalo ubinya cuma diiket tali dan diseret ke mana-mana? Hehehe... Makasih mampirnya, Mas Ando...
HapusMbak boleh minta kartu nama yang punya husky itu, siapa tahu saya juga dapat puppy gratisan, hehe..
BalasHapusHihihi... Nanti aku cari dulu ya, Mbak Dyah Rana... Makasiiih...
HapusEkekekekekek klo sy sih kebalikan dr Prilly. Gt pindah krmh Papa kudu ngadepin 2 herder sm 1 doberman. Skrng sih udh jatuh cinta sm herder. Doberman? Blon liat dmn cakepnya!
BalasHapusHehehe... Herder sih bagus, Put...
HapusMakasih mampirnya ya...
Aq lhoh mba dr kemaren bolak balik baca ini jadi mbayangno lek Quin ntik kayak Prilly lak wes entek dicokot papae wakwakwakwak
BalasHapusKetok'e ancene bakalan entek dicokot, Nit! Hihihi...
HapusMakasih mampirnya ya...
kereeenn bgt ceritanya... nggak nyangka ternyata ibunya ngajarin yg aneh-aneh.... hahaha
BalasHapusHehehe... Makasih kunjungannya... Ini Mas Alf Chandra apa bukan ya?
HapusMamae mbeling koyok sopo yo? Haha..
BalasHapusHehehe... embuh ik!
Hapus