Minggu, 25 Januari 2015

[Cerpen] Celebration Cakes





sayangpacar.com

“Whoaaa... Ini bagus banget, Mbak Mayang!”

Mayang tersenyum lega melihat rona puas tergambar nyata pada paras cantik Bu Rudy. Cupcakes warna-warni yang dibuatnya untuk perayaan ulang tahun Yonna, putri sulung Bu Rudy, memang terlihat sangat cantik.

“Nggak salah, deh, saya jadi langganan Mbak Mayang." Bu Rudy mengatupkan kedua telapak tangannya di dada.

“Semoga nggak mengecewakan Bu Rudy,” senyum Mayang. “Dan, saya punya kejutan buat Ibu. Anggap saja bonus karena Ibu sudah jadi pelanggan setia cakery saya.”

Mayang kemudian mengambil sesuatu dari rak kue tertutup yang ada di sampingnya. Sebuah kue tart mungil berbentuk lucu seketika membuat Bu Rudy menatapnya dengan mulut ternganga.

“Nah, ini buat Yonna, hadiah ultah dari saya.” Dengan halus, Mayang mendorong kue itu ke arah Bu Rudy.


boomee.co

“Ooo....” Bibir Bu Rudy tampak membundar. “Bagus banget ini, Mbak Mayang! Ini beneran bonus?”

Mayang mengangguk mantap, menatap binar di mata Bu Rudy.

“Wah, makasih banget, Mbak Mayang, ya.... Makasih, makasih....”

Bu Rudy masih beberapa kali lagi mengucapkan terima kasihnya ketika pegawai Mayang membungkus rapi dan cantik semua pesanan Bu Rudy. Dan, ucapan itu seolah masih menggema di telinga Mayang ketika Bu Rudy sudah meninggalkan tempat itu.

* * *

Mayang mengangkat wajah sejenak ketika salah seorang pegawainya mematikan neon box di luar cakery. Senja kian kelam dan hujan mulai menitik di luar sana.

Diedarkannya tatapan ke seluruh penjuru ruangan itu. Seluruh rak display sudah kosong dan mulai dibersihkan beberapa pegawai. Aroma aneka keik masih tersisa. Wangi. Sedap.

Seluruh kenangan pahitnya seolah terbayar lunas setiap kali ia berada di tempat itu. Sebuah toko keik dengan segala pernak-pernik indahnya yang memanjakan mata. Sebuah toko keik dengan segala aroma wanginya yang memanjakan hidung. Mayang memejamkan mata sejenak.


rooang.com

“Mbak, maaf, ganggu. Itu ada customer, mau pesan keik. Dilayani nggak? Sudah jam segini.”

Mayang membuka mata. Salah seorang pegawai tampak menatapnya serba salah. Tapi ia mengikis habis rasa bersalah pegawai yang ‘sudah mengganggunya’ itu dengan seulas senyum.

“Nggak apa-apa, biar aku yang layani.” Mayang bangkit dari duduknya sambil meraih buku nota dan album koleksi keiknya.

Seorang laki-laki tampak duduk di sofa di depan meja sudut dekat jendela. Ke sanalah Mayang memantapkan langkah.

“Selamat malam, Pak,” sapa Mayang ramah. “Maaf, sudah membuat Bapak menunggu.”

“Malam juga, Mbak. Nggak apa-apa, kok.” Laki-laki itu berdiri dan menyambut jabat tangan Mayang.

“Bapak mau pesan keik?”

Laki-laki itu mengangguk. “Untuk dua hari lagi. Masih bisa?”

“Bisa." Mayang mengangguk mantap.

Wajah laki-laki itu tampak lega. Ia menerima album yang diulurkan Mayang. Tapi kelihatan tidak berniat untuk membuka album itu. Ditatapnya Mayang.

“Saya mau keik yang unik tapi elegan. Untuk anniversary orangtua saya. Ke-36.”

“Hm....” Mayang membuka halaman belakang buku notanya.

Sesaat kemudian ia sudah asyik mencoret-coret halaman itu. Tak berapa lama, ia menyodorkan sketsanya pada laki-laki itu. Laki-laki itu mengamatinya sekilas.

“Bapak mau sketsa yang lain?” usik Mayang.

Laki-laki itu mengangkat wajahnya. “Ini sudah pernah dibuat? Ada contohnya?”

Mayang menggeleng. “Belum pernah, Pak. Mendadak terpikir saja untuk membuat yang seperti itu ketika Bapak bilang soal unik dan elegan.”

“Hm...." Laki-laki itu mengangguk-angguk. “Tapi dijamin oke, ya?”

Mayang menatap senyum laki-laki itu. Ia pun balas tersenyum.


www.pinterest.com/explore

“Bapak boleh mendapatkan keik itu gratis kalau Bapak merasa tidak puas.”

Really?” Tawa laki-laki itu pecah. “Mbak bisa bangkrut kalau bertemu customer yang mau seenaknya sendiri seperti itu.”

“Hehehe... Sejauh ini, sih, belum pernah. Saya yakin Bapak pun tidak seperti itu. Saya jamin Bapak puas, karena untuk pesanan dengan bentuk khusus seperti ini, saya sendiri yang akan mengerjakannya.”

“Saya percaya.” Laki-laki itu tersenyum lebar.

Tampan... Ups!

“Oh, ya, Bapak mau dalamnya keik apa?”

Budget saya dua jutaan. Apa yang bisa saya dapat?” Laki-laki itu kembali menatap Mayang dengan serius.

“Hm.... Bapak bisa dapatkan paket tart seperti dalam sketsa itu, dengan keiknya red velvet, plus enam puluh pieces cupcakes. Variasi cupcakes-nya bisa bapak pilih sendiri. Ada red velvet, blueberry, green tea, coklat, taro, vanilla, peanuts, cheese, macam-macam. Bisa campuran. Tanpa cupcakes juga bisa, Pak. Harganya satu juta tiga ratus ribu. Kalau cupcakes-nya, per piece harganya lima belas ribu rupiah."

“Oke.... Saya ambil yang paketan saja, Mbak. Sesuai budget. Varian cupcakes-nya terserah Mbak saja.”

“Siap, Pak." Mayang membuka buku notanya. “Maaf, dengan Bapak siapa?”

“Drasto.”

“Oke.... Diambil dua hari lagi. Hari Sabtu berarti, ya, Pak? Waktunya?”

“Sekitar pukul 3 sore. Bisa?”

“Bisa....” Mayang kembali sibuk dengan notanya. “Oh, ya, maaf, Pak. Mesin debitnya sudah saya matikan. Jadi, untuk DP saat ini hanya bisa cash.

“Oh.... Nggak apa-apa, Mbak. Sekalian saja saya bayar lunas.” Laki-laki itu, Drasto, menarik dompet dari saku belakang celananya.

“Pelunasan bisa saat ambil, Pak,” senyum Mayang.

Drasto menggelengkan kepala sambil membalas senyuman itu. “Takut lupa, Mbak.”

“Oh.... Hehehe....”

Dengan cepat lembar-lembar uang berwarna merah itu berpindah ke tangan Mayang. Sejenak kemudian Mayang menyelesaikan menulis nota, menyobeknya, lalu memberikan nota pengambilan pesanan pada Drasto. Drasto melihat sekilas nama yang tertera di bawah tanda tangan.

Hm.... Mayang. ..

“Oh, ya, Pak, berhubung saat ini sudah nggak ada keik yang bisa dites rasa, Bapak bisa datang besok untuk tes rasa red velvet. Free of charge, bagian dari servis kami.”

“Hm.... Begitu, ya?” Drasto mengangguk-angguk. “Oke, besok pulang kantor saya mampir ke sini.”

Mayang mengangguk sambil tetap tersenyum.

* * *

Mayang menyempatkan diri untuk menyingkir ke sudut pantry. Sekedar menguap sambil menggeliat, meluruskan punggungnya yang terasa pegal setelah mengerjakan dua buah kue tart pesanan istri seorang pejabat tinggi. Kue tart yang selalu harus sempurna karena nama baiknya dipertaruhkan di situ.

“Mbak....”

Mayang menghentikan gerakan memutar-mutar kepala untuk melemaskan lehernya. Ditatapnya Sari dengan sorot mata bertanya.

“Mbak ada janji sama customer? Tes keik?”

Mayang berpikir sejenak sebelum menemukan jawabannya. “Oh, iya. Pak Drasto, ya?”

“Iya, Mbak, Pak Drasto.” Sari mengangguk.

“Tolong, suruh tunggu sebentar, sekalian tawarin dia mau minum apa.”

“Baik, Mbak.”

Sepeninggal Sari, Mayang segera melepas celemek dan sedikit merapikan penampilannya. Sekilas dari balik partisi, Mayang melihat laki-laki itu ada di sudut yang sama dengan posisi duduknya semalam. Ketika ia akan melangkah untuk menemui Drasto, ia berpapasan dengan Sari.

“Mau french chocolate katanya, Mbak,” lapor Sari.

“Ya, sudah. Tolong, siapkan, ya? Sekalian nanti bawain red velvet yang potongan, sama taro cupcakes, tiramisu juga. Sekalian aku bikinin orange juice plus bawain mandarin cupcakes.”

"Siap, Mbak!” ucap Sari, sigap.

Sebelum Mayang meneruskan langkahnya, ditatapnya sejenak wajah Drasto dari kejauhan. Sisa matahari senja yang menerobos kaca jendela besar di sudut ruangan tampak menyinari wajah laki-laki itu. Drasto tampak sibuk dengan gawainya. Dan, dalam kondisi dan posisi seperti itu, ia kelihatan begitu...

Ah... Mayang mendesah. Menyembunyikan perasaan kalah sebelum bertanding. Laki-laki sematang dan semenarik itu kelihatannya sudah jadi hot papa. Ditatapnya terus laki-laki itu.

“Naksir, ya, Mbak?”

Bisikan menggoda Sari yang mampir ke telinga Mayang seketika menyadarkan Mayang dari pikiran melanturnya. Ditatapnya Sari dengan gemas.

“Kamu gangguin orang lagi ngintip,” desisnya, pura-pura marah.

Sari nyengir dengan tatapan menggoda.

“Mana pesanannya? Sudah siap belum?”

“Nih... ” Sari mengangkat sedikit nampan yang dibawanya. “Mbak Mayang, sih, ngintipnya kelamaan.”

“Haish... Sudah, ah! Keluarin!”

“Siap, Mbaaak....”

Sari melenggang keluar dari pantry sambil tertawa tertahan. Mayang mengikutinya dari belakang. Ia segera menyapa Drasto dengan ramah begitu sampai di sudut.

“Selamat sore, Pak... Maaf, Bapak menunggu cukup lama.”

“Oh, sore juga, Mbak. Saya sabar menunggu, kok." Drasto tersenyum lebar sambil menjabat tangan Mayang dengan hangat. “Apalagi kondisi seramai ini.”

Sari meletakkan semua isi nampannya di atas meja.

“Silakan dinikmati, Pak." Mayang membantu menata semua yang terhidang. “Yang ini red velvet untuk tart-nya. Yang ini contoh cupcakes-nya. Saya pilihkan yang taro. Dan, ini tiramisu. Bisa Bapak pilih juga untuk varian kue-kue kecilnya.”

mayangazurastory.wordpress.com

Tanpa banyak kata Drasto segera menikmati sajian di depannya itu. Mulutnya hanya bisa mengunyah dan menggumamkan, “Hm...”, “Hm...”, “Hm...”, dan “Hm...”. Mau tak mau Mayang tersenyum sambil menyedot pelan-pelan orange juice-nya.

Dalam hitungan menit red velvet, taro cupcake, dan tiramisu itu sudah menghilang dari meja, berpindah ke dalam perut Drasto. Dan, tanpa malu-malu laki-laki itu masih juga melirik sebuah mandarin cupcake yang masih utuh ada di depan Mayang.

“Kalau yang itu? Apa, Mbak?” tanya Drasto dengan nada polos.

“Oh...,” senyum Mayang. “Yang ini mandarin cupcake, Pak. Cupcake-nya beraroma jeruk mandarin, topping-nya icing dengan campuran lemon, dengan hiasan jeruk mandarin. Silakan, kalau Bapak mau mencoba.”

Tanpa ragu-ragu Drasto meraih mandarin cupcake itu dengan penuh nafsu. Mayang setengah mati menahan senyumnya agar tidak mekar. Agar efeknya tidak mempermalukan customer tampan di hadapannya itu. Tak sampai lima menit, cupcake itu sudah menghilang juga.

“Kayaknya saya nggak perlu makan malam hari ini,” gumam Drasto, tersenyum malu sambil menatap Mayang.

“Bagaimana, Pak?” senyum Mayang melebar.

“Hm.... Memuaskan!" Drasto menggeleng-gelengkan kepala. ”Sangat sangat sangat memuaskan! Jadi rekomendasi adik saya nggak salah.”

“Oh, dapat rekomendasi dari adik, rupanya?”

“Iya, minggu lalu seneng banget keponakan saya dapat bonus kue tart lucu dari Mbak.”

Mayang mengerutkan keningnya. Minggu lalu?

“Oh, Yonna, ya? Jadi Yonna keponakan Bapak?” Mayang mengangkat kedua alisnya.

Drasto tampak tertegun sejenak melihat mata indah Mayang yang dinaungi bulu mata super lentik alami itu terbelalak lebar. Ketika mata itu mengerjap, tersadarlah juga ia.

“Eh... Iya. Yonna itu keponakan saya. Ratih, kan, adik saya.”

“Bu Rudy?”

“Iya. Rudy, kan, suaminya. Hehehe...,” Drasto terkekeh.

“Hehehe...." Mayang ikut terkekeh geli. "Iya, saya kenalnya Bu Rudy. Bu Rudy, sih, sudah jadi langganan sejak saya pertama buka toko ini dulu. Waktu itu kalau nggak salah Bu Rudy pesan buat ultah pertama Yonna. Seterusnya jadi sering pesan. Buat Denny, buat anniversary, buat Pak Rudy. Pak Rudy juga selalu ke sini, pesan buat ultah Bu Rudy.”

“Oh.... Pantas sudah beberapa tahun ini kue buat anniversary ortu kami selalu bagus dan enak." Drasto mengangguk-angguk. “Senang, ya, punya usaha sekaligus meladeni hobi seperti ini?”

“Hm.... Sebetulnya lebih ke arah balas dendam, sih, Pak.” Mendadak mata indah Mayang sedikit mengabut dan menerawang.

“Maksudnya?”

Mayang sedikit tersentak. Ditatapnya Drasto.

* * *

“Buat apa ulang tahunan segala? Tambah deket mati, kok, dirayakan?”

Mayang kecil selalu diam tergugu mendengar kalimat cukup kasar yang dilontarkan ibunya tiap kali ia mencoba untuk meminta ulang tahunnya dirayakan. Paling tidak ada sebuah kue tart dengan lilin kecil di atasnya. Sebagai tanda bahwa ia pun punya momen ulang tahun yang sama dengan teman-temannya.

Rasanya, alangkah senangnya mendapat potongan kue tart dari teman-temannya yang merayakan ulang tahun di kelasnya di TK. Beberapa masih juga merayakannya ketika ia sudah berada di SD. Sekolah swasta tempatnya belajar sejak TK adalah sekolah yang cukup elit. Dan, puluhan kali sudah ia diundang untuk merayakan ulang tahun teman-temannya, bahkan sampai ia SMP. Terkadang perayaan itu diadakan di rumah, terkadang di restoran cepat saji, atau cafe, atau rumah makan.

Sesungguhnya ibunya yang merupakan single parent sejak ditinggal wafat ayahnya ketika ia masih berusia dua tahun bukanlah ‘orang susah.’ Buktinya, ia masih bisa mendapatkan pendidikan terbaik di sekolah yang terkenal ‘bukan sembarangan’ itu. Ia selalu berpenampilan apik dan menarik setiap kali hadir dalam perayaan ulang tahun teman-temannya. Dengan membawa kado yang bukan murahan pula.

Memang tak ada satu pun teman yang mencemoohnya karena ia tak pernah sekali pun merayakan ulang tahunnya. Hanya ada rasa sakit menggigit hati yang dipendamnya sendiri.

Percuma curhat tentang itu pada mamanya. Jawabannya, toh, ia sudah tahu. Tak akan pernah ada perayaan ulang tahun baginya. Entah apa alasannya. Rasanya ia tak perlu tahu. Dan, selanjutnya tak lagi mau tahu.

Tapi luka itu seakan menghantuinya hingga ia harus menjatuhkan pilihan. Mengikuti kata hatinya. Memberontak terhadap segala rasa sakit yang bertahun-tahun diterimanya.

“Aku mau masuk SMK, Ma,” ucapnya lugas.

“Mau jadi apa kamu nanti cuma lulusan SMK?”

Dilihatnya mata ibunya membulat.

“Lulusan SMK itu bukan cuma.” Dengan berani Mayang menentang tatapan ibunya. “Banyak yang bisa diperbuat seorang lulusan SMK. Punya keterampilan, bisa melanjutkan pendidikan. Semua bisa.”

Sang ibu masih menatapnya tajam.

“Aku mau masuk SMK Pariwisata, jurusan tata boga.”

“Mau jadi tukang masak nggak usah sekolah juga bisa.” Ibunya tertawa mengejek.

Tapi Mayang mengukuhkan niatnya. Mengabaikan setiap halangan yang ada. Dan, usaha itu tidak sia-sia ketika sekolahnya mengirimkannya ke sebuah kontes patisserie bergengsi tingkat nasional. Ia menjadi pemenang pertama kontes itu. Sebuah kontes yang menjanjikan beasiswa penuh tanpa syarat untuk melanjutkan kuliah di Le Cordon Bleu Australia, sebuah sekolah masak yang menjadi salah satu yang terbaik di dunia.

Ia sempat bekerja secara legal selama dua tahun di Australia selepas kuliah. Mengumpulkan setiap sen dollar yang diperolehnya untuk kelak mewujudkan cita-citanya. Dan, ketika tiba waktunya pulang, tabungannya sudah cukup untuk mewujudkan sebuah gerai keik yang jadi kebanggaannya hingga sekarang. Karena semua berasal dari tangannya sendiri.

Ia tak tahu apakah ibunya bangga dengan pencapaiannya. Semuanya tak pernah terungkapkan hingga ibunya berpulang satu setengah tahun yang lalu. Ia memang dibesarkan dan dididik dengan cara yang aneh. Nyaris tanpa kehangatan dan ungkapan cinta.

Yang ada dalam pikirannya sekarang hanyalah bagaimana memuaskan setiap keinginan customer untuk memperoleh keik terbaik dan terenak untuk setiap perayaan dalam hidup customer itu. Dan, ia memperoleh sedikit penghargaan atasnya. Sesuatu yang hampir belum pernah ia peroleh di masa lalunya.

* * *

Drasto setengah terpekur menatap wajah Mayang dengan genangan bening membayang di matanya yang indah. Pelan ia menarik sehelai tisu dari kotak di atas meja, dan mengulurkannya pada Mayang. Mayang menerimanya sambil tersenyum.

“Terima kasih, Pak Drasto,” gumam Mayang sambil mengusap airmatanya yang mulai bergulir.

“Drasto. Panggil saja Drasto.”

Mayang mengangguk.

“Saya selalu mengagumi perempuan-perempuan kuat yang gigih menggapai mimpinya dengan cara yang indah,” ucap Drasto dengan suara rendah. “Walaupun seringkali ada banyak cerita sedih di baliknya. Saya selalu menganggap perempuan-perempuan seperti itu sangat berharga. Setiap perempuan berharga, tentu saja. Tapi selalu ada yang lebih. Saya melihat itu dalam diri Anda, Mbak Mayang. Sangat mengagumkan.”

“Mayang. Panggil saja Mayang,” balas Mayang, mencoba memecahkan tawanya.

Berhasil. Drasto turut tertawa bersamanya.

“Berbahagia sekali suami dan putra-putri Anda memiliki perempuan seperti Anda.”

“Ah!” Mayang ternganga sejenak.

Drasto menatapnya. “Kenapa?”

“Saya belum menikah.” Mayang tertawa lagi. “Terlalu sibuk memikirkan diri sendiri sampai nggak sempat memikirkan yang lain.”

“Oh...." Drasto mengulum senyum. “Saya juga sudah dilangkahi oleh Ratih. Bertahun-tahun yang lalu.”

Ditatapnya Mayang. Dalam.

* * *


Epilog



vemale.com

“Mama, cupcakes-ku besok harus istimewa, ya?”

Mayang tertawa sambil mencium pipi bulat Lotus yang masih menggayutkan badan di lengannya. Sejenak kemudian dipangkunya gadis kecil berumur empat tahun itu.

“Pasti yang paling istimewa cuma buat anak Mama,” Mayang kembali mencium pipi Lotus.

Besok adalah ulang tahun keempat Lotus. Ulang tahun pertamanya yang akan dirayakan di sekolah TK. Sudah tentu akan ada kue tart besar yang indah untuk Lotus. Juga puluhan cupcakes istimewa sebagai pelengkapnya.

Selalu ada kue ulang tahun yang indah untuk Lotus pada setiap ulang tahunnya. Juga pada setiap ulang tahun ayah anak itu. Juga pada setiap perayaan kebersamaan mereka. Juga pada setiap momen yang patut untuk dirayakan. Semua dibuat dengan tangannya sendiri. Sepenuh cinta.

Ketika ada suara mobil berhenti di luar, Lotus segera meloncat dari pangkuan Mayang sambil berteriak, “Horeee! Tante datang! Om datang! Dik Yonna datang! Dik Denny datang! Horeee! Ada Eyang juga!”

Ketika Mayang hendak bangkit, sebuah tangan kekar segera terulur padanya. Mayang menyambutnya sambil tersenyum. Menjadikannya tumpuan untuk bangun dari duduknya. Berdua kemudian mereka mengikuti langkah kecil Lotus untuk menyambut ‘para tamu’ yang datang.

“Pokoknya, malam ini aku dan Ratih siap begadang untuk membantumu membuat keik untuk Lotus, May," ucap ibu mertuanya begitu Mayang muncul.

Mayang memeluk ibu mertuanya.

“Supaya kamu nggak terlalu capek. Dan, cucuku yang satu ini bulan depan bisa lahir dengan selamat." Sang ibu mertua berucap kembali sambil mengelus perut Mayang, penuh kasih sayang.

Tepat saat itu Mayang merasa ada sesuatu yang mengusiknya. Ia mengangkat wajah dan mendapati ada senyum penuh cinta yang terkembang di seberang ruangan. Senyum Drasto, yang tengah menggendong Lotus, putri kecil kesayangan mereka.

Completely complete, ucapnya dalam hati.

* * * * *

Keterangan :

Dalam adat Jawa, walaupun Lotus usianya lebih muda daripada Yonna dan Denny (sepupu-sepupunya), tapi ia berhak dipanggil Mbak/Kakak karena status ayahnya (Drasto) adalah abang dari ibu si sepupu (Ratih). Jadi ia memanggil sepupu-sepupunya dengan ‘Dik/Adik’.

Lagu latar : The Day I Fall In Love - James Ingram & Dolly Parton


26 komentar:

  1. Wuaaaahhh red velvet? cupcakes? tiramisu? duh saya sih nggak akan mau tan, nggak akan mau nolak maksudnya, soalnya suka banget wkwkwk..

    Soal panggilan, saya udah dipanggil bude sm anak dari sepupu saya hhehe.. Soalnya bapak sm ibu sesama anak pertama sih.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Whoaaa... itu doyan apa laper??? Hahaha...

      Hm... Kebalikan dunkz! Nggak ada yang panggil aku budhe, karena nikah sesama anak bungsu, hehehe...

      Makasih mampirnya, Mbak Putri...

      Hapus
    2. Cerita yang bagus, gambar kue-kue menggiurkan plus lagu romantis. Ah, serasa ada di kafe sambil baca buku. Tapi, perutku jadi lapar nih hi hi h

      Hapus
    3. Hihihi... soal jadi laper, nggak tanggung jawab aaah...
      Makasih mampirnya ya, Bu...

      Hapus
  2. Mbak, apik bener. Hebat bikin ceritanya, hepi ending nya juga bagus tenan. Ternary, hiks hiks hiks.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jiaaah... pake terharu segalaaa... Makasih mampirnya ya...

      Hapus
  3. Good stori , menghangatkan sore di atambua yang lagi diguyur hujan

    BalasHapus
  4. Uhuk! Kue mana kue! Nice story, as always :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wakakak... Perasaan dari kapan hari komennya pake batuk-batuk melulu yak? Kuenya tinggal metik dari gambar aja, Mas Ryan...
      Makasih mampirnya ya...

      Hapus
  5. kue? hahahahaha... banjir gini, enak juga ya kue ... ngarep dotcom.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huahaha... itu aja nulisnya sambil nahan iler kok... Makasih dah mampir, Mbak MM...

      Hapus
  6. Wuihhh kerenn... Baca cerpen ini sensasinya campur aduk. Antara terharu sama laperrr.... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi... tapi kayaknya laperrr lebih mendominasi ya, mas Pical? Makasih singgahnya ya...

      Hapus
  7. Duh.. red velvetnya itu mimpi buruk hehe.. Tp fiksinya manis. Epilognya bgs :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... What's wrong with red velvet?
      Makasih mampirnya ya...

      Hapus
    2. Ckakakakak anake pak Darmo siji iku kecentok red velvet langsung loro weteng soale piro ae diuntal kabeh. Wih kasare rek omonganku! Wes ah minggat!

      Hapus
    3. Astagaaa... Kemasukan demit satu ini langsunggg kaco... *tepokjidatmu*

      Hapus
  8. mandarin cupcakesnya 10 yaaa...
    selamat berkarya di rumah yang baru...maap telat... peyuuuukkkk...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cari di cakery terdekat, Nyah... Makasih yooo...

      Hapus
  9. mbk lisssss jahattttt..... dsini ga ada redvelvet wkkkkkk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lhooo... gethuk yo enak lho, Maaak... hahaha...

      Hapus
  10. JADi..
    tiap mo komen..nee kiri kanan..kudu mantengin gambar permen warna warni..??
    duh..
    menyiksa batin tenan sampean iku..mbak
    wkwkwkkwk..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi... Timbangane tak'kasih gambar drakul atawa kunti, hayooo...
      Nuwus mampire, Mak...

      Hapus
  11. cieee... orang kayamah ketemu jodohnya di toko cake, ... mbak, cerita warung combro dong... wakakaka... *what is combro?" kata mbak lizz. @usi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... saya kan udah pernah bikin Omah Gethuk juga,,,
      Makasih mampirnya, Mbak Usi...

      Hapus