Jumat, 13 Juni 2014

[Cerpen] Goyang Penari Beskalan





Priya ternganga sejenak menatap Marietta. Gadis cantik itu tengah menatapnya serius.

“Tari apa?” tanya Priya.

“Beskalan, Pak,” senyum Marietta. “Tarian selamat datang untuk menyambut tamu.”

Priya terhenyak. Acara pembukaan showroom baru itu suatu acara yang besar dan pembukanya adalah... Tari apa tadi? Priya masih menatap Marietta.

“Kenapa memangnya kalau kita masukkan budaya lokal ke acara kita, Pak?”

Suara lirih Marietta menembus telinga Priya. Ya, kenapa?

“Sekalian kulonuwun to, Pak...”


Suara itu mengusiknya lagi. Masih ditatapnya Marietta.

Tidak ada aroma bercanda dalam bening mata Marietta. Semuanya begitu bening dan serius. Priya menyerah.

“Sekarang jelaskan kenapa kita harus menampilkan tari... apa tadi?”

“Beskalan, Pak,” jawab Marietta sabar.

“Ya, itu, Beskalan...”

“Awalnya Beskalan itu tarian untuk ritual kesuburan, Pak. Terkenallah di sekitar Jawa Timur sini, terutama Malang. Sekarang fungsinya berkembang jadi tari untuk menyambut tamu kehormatan. Ya... bolehlah, Pak, kita harapkan juga kesuburan buat usaha kita,” senyum terkembang di bibir Marietta ketika mengakhiri penjelasan singkatnya.

Hm... tari kesuburan? Penyambutan untuk tamu?

“Bagus?” Priya masih tak yakin.

“Ya baguslah, Pak,” Marietta melebarkan senyumnya. “Sesekalilah kita angkat budaya kita sendiri. Terus terang saya suka pusing dengan segala macam modern dance berisik itu.”

Priya melongo. Hampir saja ia tak bisa mengontrol kepala dan matanya untuk tidak melihat Marietta dari atas ke bawah. Marietta pusing dengan modern dance? Gadis berpenampilan jauh lebih modern daripada modern dance itu sendiri?

Rambut Marietta selalu modis dengan warna dan highlight yang nyaris tiap bulan berbeda. Penampilannya selalu enerjik walaupun selalu mengenakan high heels berujung runcing seolah memaku bumi yang tingginya membuat Priya bergidik ngeri. Belum lagi bajunya yang selalu trendy dan melekat indah di tubuhnya yang juga ‘indah’.

“Jadi gimana, Pak?”

Priya tersentak kaget. Marietta memang selalu penuh kejutan.

“Ya sudahlah... Kamu atur saja...,” Priya benar-benar menyerah sekarang.

Marietta tersenyum penuh kemenangan. Tapi entah kenapa ‘kemenangan’ itu tak pernah membuat Priya merasa kalah wibawa.

* * *

Dan BBM Marietta pagi itu betul-betul membuat Priya pusing.

Pak, mohon maaf saya nggak bisa masuk hari ini. Bapak nggak usah khawatir soal acara buka showroom. Semua pasti beres ditangani Peni, Aslan, dan Wira. I promise you.

Priya menepuk keningnya. Di acara penting seperti ini? Priya hampir menggeram.

Tapi sudah tak ada waktu lagi untuk menuruti galau dan resah. The show must go on. Tamu undangan sudah berdatangan dan acara segera dimulai.

Sejujurnya Priya sudah tidak lagi berhasil mengumpulkan konsentrasinya. Apalagi ia harus duduk manis di sebelah Direktur Utama yang datang jauh-jauh dari Jakarta.

Sesungguhnya semuanya sudah sempurna. Minuman sari apel. Kue-kue basah tradisional. Senyum Pak Direktur Utama. Apa lagi? Priya tertunduk. Semangat yang biasa dipompakan Marietta, ia terpaksa mengakuinya.

Dan suara gamelan yang terdengar asing menyeruak masuk ke telinga Priya. Seorang penari berpenampilan sangat cantik mulai menghangatkan tempat itu dengan goyang dan gerakannya yang indah.

Priya ternganga. Jadi ini tari Beskalan itu? Seketika ia tak lagi menyesali keputusannya menuruti kata-kata Marietta. Samar, ia melihat ke arah Pak Direktur Utama yang terlihat sangat menikmati pertunjukan itu.

Beberapa detik kemudian Priya memutuskan untuk menikmati juga keelokan tari Beskalan itu. Hm... penarinya cantik sekali..., gumam Priya. Dan seulas senyum terlontar manis ketika tatapan Priya bertemu sekilas dengan tatapan penari itu.

Lalu dunia Priya seakan melambat dan berhenti. Gambaran di sekitarnya serasa memudar dan mengabur. Yang tertinggal jelas hanya ia dan sosok cantik penari itu. Bertukar tatapan dan ia mendapat lagi senyuman.

Ketika pada akhirnya Priya menyadari sesuatu, semuanya kembali berputar dan bergerak cepat seperti semula. Lalu semuanya berakhir dengan pecahnya tepuk tangan yang terdengar sungguh meriah dan lama.

Penari itu sudah menghilang entah ke mana. Tak tertangkap lagi bahkan oleh ekor mata Priya. Ketika ia harus memberikan kata sambutan, entah apa yang ia ucapkan. Tapi kelihatannya semua berjalan baik-baik saja, hingga ia punya kesempatan sejenak untuk ‘melarikan diri’.

“Peni, penari yang tadi ke mana?” Priya hampir saja mengguncang-guncangan bahu ringkih Peni.

“Bapak mencari saya?”

Priya menoleh seketika. Penari itu berdiri di belakangnya. Mengulas senyum. Masih mengenakan riasan, sanggul, dan kostum lengkap. Cantik. Sangat cantik. Jauh lebih cantik dari biasanya.

“Jadi penari Beskalan itu kamu?” Priya terbelalak.

Dan tawa Marietta pecah karenanya.

“Maaf, Pak,” ucap Marietta setelah tawanya menguap. “Saya nggak bermaksud mempermainkan Bapak. Saya hanya ingin memberikan yang terbaik.”

You’re the best!” sergah Priya. “Kamu penari tradisional? I can’t believe it!”

“Percayalah, Pak,” Marietta mengerjapkan matanya. “Saya sangat mencintai tari tradisional. Karena itu saya pusing dengan segala macam modern dance yang loncat sana-sini itu. Saya mendapat ketenangan dari belajar menari. Stamina saya juga bisa terjaga dengan rutin berlatih menari. Semuanya berguna buat menunjang pekerjaan saya sehari-hari. Semoga Bapak puas, Pak.”

“Puas?” Priya menatap Marietta dengan misterius. “Aku jatuh cinta...”

Dan penari Beskalan cantik itu hanya mampu menatap bossnya dengan mulut ternganga.


* * * * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar